RUU Minerba, DPD Ingin Izin Tambang Tak Diperpanjang Otomatis
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Senin, 27 April 2020 14:55 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Bustami Zainudin, membacakan masukan dari para senator di komitenya mengenai Revisi Undang-undang Mineral dan Batu Bara alias RUU Minerba. Salah satunya mengenai izin usaha pertambangan.
Menurut Bustami, Komite II DPD tidak sepakat terhadap pasal-pasal dalam rancangan beleid tersebut yang memberi kemudahan kepada perusahaan pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi, dan izin usaha pertambangan khusus operasi produksi untuk bisa mengajukan perpanjangan secara otomatis. "DPD berpendapat agar pemegang IUP OP dan IUPK OP hanya memagang izin operasi produksi yang tidak dapat mengajukan perpanjangan secara otomatis," ujar Bustami dalam rapat bersama Panitia Kerja Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 27 April 2020.
Jika masa berlaku IUP OP dan IUPK OP telah habis, kata Bustami, maka lahan pascatambang harus dikembalikan kepada negara dan proses setelahnya harus dilakukan melalui lelang.
Bustami merinci adanya pasal-pasal dalam revisi beleid tersebut yang terlalu memudahkan para pengusaha tambang. Antara lain pasal 172A ayat 1 RUU Minerba yang menyatakan bahwa permohonan perpanjangan IUP OP dapat diajukan paling cepat empat tahun dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya IUP OP Minerba.
Selain itu, pasal 172A ayat 2 menjelaskan permohonan perpanjangan IUPK OP dapat diajukan paling cepat lima tahun dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya IUPK OP Minerba. "Aturan-aturan tersebut terkesan memudahkan pemegang IUP OP dan IUPK OP untuk melakukan perpanjangan pengusahaan pertambangan mineral dan batu bara."
Wakil Ketua I Komite II DPD RI Abdullah Puteh mengatakan alasan para senator tidak sepakat perpanjangan bisa dilakukan secara otomatis, melainkan mesti lewat lelang, lantaran kondisi tersebut membuat pengusaha yang akan habis masa kontraknya bisa langsung melenggang dapat izin lagi.
"Padahal kita sebagai orang daerah mengetahui ada perusahaan yang melakukan tindakan yang tidak benar. Misalnya soal Amdal, atau selama memegang kontrak dia tidak bekerja sedikitpun sehingga telantar," ujar Puteh. Karena itu, dengan dikembalikan lagi ke negara dan dilelang ia mengatakan pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi semisal ada perusahaan yang tidak layak dilanjutkan kontraknya.