TEMPO.CO, Jakarta - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sepakat membentuk Panitia Kerja untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara. Tim segera bekerja mulai pekan depan.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menyatakan tim tersebut akan membahas RUU Minerba dengan perwakilan pemerintah dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Perindustrian pada 4 Desember 2019. "Kami ingin ini segera diselesaikan," katanya di DPR, Rabu 27 November 2019.
Dia tak dapat memastikan pembahasan beleid ini akan melanjutkan rancangan dari periode sebelumnya atau mengulang pembahasan sesuai desakan masyarakat. Keputusan akan diambil sesuai kesepakatan Panitia Kerja. Namun Politisi Partai NasDem itu memastikan DPR memperhatikan masukan publik seperti mahasiswa dan lembaga masyarakat.
DPR memutuskan menunda pengesahan RUU Minerba menjelang berakhirnya periode DPR 2014-2019. Beleid yang dibahas bersamaan dengan aturan strategis lainnya seperti RUU Komisi Pemberantasan Korupsi saat itu mendapat penolak. Mahasiswa menggelar demonstrasi menuntut aturan-aturan itu dibatalkan dan dibahas ulang. Situasi yang memanas membuat pemerintah mengirim surat penundaan pembahasan sejumlah RUU.
Sebelum ditunda, RUU Minerba tengah dibahas Panitia Kerja yang dipimpin Ridwan Hisyam, Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar. Saat itu dia mengebut pembahasan agar beleid dapat disahkan sebelum masa jabatannya berakhir. Pasalnya RUU Minerba termasuk dalam Prioritas Legislasi Nasional 2019.
Ridwan masih bertekad RUU Minerba bisa disahkan tahun ini. "Kalau bisa diselesaikan 2019, ini dapat menjadi prestasi bagi Komisi VII dan menteri yang baru," katanya yang kini kembali bertugas di komisi yang sama.
Politisi Partai Golkar itu menilai pembahasan RUU Minerba seharusnya bisa selesai dalam dua hingga tiga kali pertemuan usai pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Dengan catatan, pemerintah segera berkoordinasi. Dia tak melihat ada masalah dalam materi calon undang-undang tersebut.
Menurut dia pembahasan selama ini terhambat koordinasi pemerintah, salah satunya akibat Kementerian ESDM dan Perindustrian yang tak kunjung sepakat mengenai hilirisasi. Dia pun menyarankan pemerintah mengatur hal-hal tersebut dalam peraturan pemerintah sehingga tak memperlambat pengesahan beleid.
Anggota Komisi dari Fraksi PKS Tifatul Sembiring pun ingin RUU Minerba segera diselesaikan. "Saya setuju agar segera dibahas kembali," katanya. Menurut dia, Presiden harus membantu koodirnasi antar kementerian agar pembahasan tak terhambat.
Tifatul menyatakan Komisi VII bahkan menggelar Focus Group Discussion di Hotel Gran Melia Jakarta, Selasa, 26 November 2019, salah satunya untuk membahas tindak lanjut RUU Minerba. Namun Direktur Jenderal Minerbal Kementerian Energi Bambang Gatot membantah ada pembahasan RUU Minerba saat dikonfirmasi mengenai pertemuan tersebut. "Makan bareng saja," katanya.
Bambang mengatakan pemerintah menunggu keputusan DPR terkait pembahasan beleid ini. Pihaknya siap mengikuti aturan main jika wakil rakyat ingin mengulang dari awal pembahasan RUU tersebut.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan pemerintah akan menggelar rapat koordinasi pekan depan bersama empat kementerian lain yang terlibat. "Mudah-mudahan di forum itu ada kesepakatan," katanya. Dia pun menargetkan prosesnya dapat berjalan cepat.
Manajer Advokasi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto menyatakan DPR seharusnya tidak langsung melanjutkan pembahasan naskah RUU Minerba dan DIM dari periode sebelumnya. DPR harus membahas awal substansinya dengan melibatkan publik. "Rancangan RUU Minerba versi DPR maupun DIM kemarin, mendapat resistansi bahkan penolakan dikarenakan substansinya masih banyak yang bermasalah," katanya.
Dia mengingatkan, tuntutan masyarakat bukan sekedar penundaan pengesahan melainkan menunda pembahasan lantaran minimnya keterlibatan publik dalam pembahasan RUU Minerba. Dia berharap pembahasan lanjutan aturan ini bisa dilakukan dengan membuka pintu sebesar-besarnya kepada pemangku kepentingan selain pengusaha dan pemerintah.