Impor RI Tercatat Turun Saat Corona, BKF: Pertanda Buruk
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Dewi Rina Cahyani
Senin, 20 April 2020 12:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio N Kacaribu mengatakan penurunan angka impor yang signifikan justru kurang baik untuk perekonomian Tanah Air. Sebabnya, 91 persen impor Indonesia adalah barang modal atau barang input. Sehingga kenaikan impor sebenarnya adalah pertanda baik bagi pergerakan ekonomi dalam negeri.
"Kalau impor kita turun itu pertanda buruk karena barang yang kita impor itu untuk memproduksi barang yang kemudian juga untuk diekspor juga. Apa yang terjadi dengan impor itu konsisten dengan apa yang terjadi dengan ekspor," ujar Febrio dalam diskusi daring, Senin, 20 April 2020.
Belakangan, tutur Febrio, neraca perdagangan Indonesia memang terlihat surplus. Namun kalau ditelaah dikarenakan impor melambat pertumbuhannya, begitu pula dengan angka ekspornya. Meski ketika ekspor dikurangi impor hasilnya masih menjadi surplus.
"Memang ini menjadi positif karena tekanan pada CAD menjadi berkurang, tapi ini adalah pertanda buruk pada sektor riil karena sedang mengurangi aktivitas perekonomian yang akan diterjemahkan pada pertumbuhan ekonomi yang lebih melambat," ujar dia.
Berdasarkan catatan BKF, ekspor masih menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,9 persen pada triwulan I 2020. Capaian tersebut didukung oleh sektor manufaktur dan pertanian. Di sisi lain, daktor harga mendorong penurunan ekspor tambang dan migas.
Dari sisi impor, BKF mencatat angkanya terkontraksi 3,7 persen di kuartal I 2020. Penurunan itu diakibatkan penurunan impor bahan baku dan barang modal. Sementara, untuk impor barang konsumsi tercatat masih tumbuh positif walau melambat ketimbang awal tahun. Dengan demikian, selama tiga bulan pertama ini tercatat surplus perdagangan US$ 2,6 miliar. Kondisi tersebut dinilai masih lebih baik ketimbang periode sama tahun sebelumnya yang defisit US$ 0,06 miliar.