Redam Mafia Alat Kesehatan, BUMN Bakal Genjot Produksi Lokal
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Senin, 20 April 2020 06:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara, Arya Sinulingga, menuturkan salah satu strategi untuk mempersempit ruang gerak dan praktik mafia alat kesehatan adalah dengan menggenjot produksi lokal, salah satunya untuk kebutuhan ventilator. "Dengan ada produk dalam negeri, ruang gerak trader bisa hilang," ujar dia dalam diskusi daring, Ahad, 19 April 2020.
Saat ini, pengembangan ventilator lokal sudah dilakukan sejumlah pihak, antara lain Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Adapun ventilator lokal yang dirancang saat ini masih untuk penanganan ringan dan belum untuk kebutuhan ICU.
Di samping itu, Arya mengatakan, pengembangan tersebut masih perlu diuji klinis sebelum diproduksi besar. Karena itu, ia mendorong Kementerian Kesehatan untuk cepat menyelesaikan uji klinis. "Kalau uji klinis cepat, BUMN bisa melakukan produksi," ujar Arya.
Ia mengatakan kementeriannya sudah menunjuk setidaknya tiga perusahaan pelat merah untuk bisa memproduksi ventilator tersebut. Tiga perusahaan itu antara lain PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, dan PT LEN.
Arya sebelumnya menyebut dugaan adanya praktik mafia alat kesehatan muncul lantaran tingginya impor Indonesia untuk produk-produk tersebut, salah satunya ventilator. Padahal, ternyata dalam satu bulan saja sudah ada beberapa pihak yang bisa merancang dan mengembangkan ventilator lokal.
"Kenapa selama ini mesti impor. Berarti ada trader, Pak Erick berpikir pasti ada yang memaksa ingin trading terus. Ini terbukti ternyata kita bisa bikin ventilator," ujar Arya.
<!--more-->
Sementara menunggu produksi alat kesehatan itu bisa dilakukan, Arya mengatakan Kementerian BUMN akan mencoba memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan mengejar pasokan dari impor. "Sekarang ada ventilator beli, ada bahan baku beli. Karena berebutan," ujar dia.
Selama ini, Arya mengatakan, Indonesia memang masih banyak melakukan impor untuk bidang kesehatan. Misalnya saja alat kesehatan, bahan baku obat, hingga obat yang impornya bisa mencapai 90 persen. Karena itu, Kementerian BUMN saat ini sudah membuat subholding farmasi dengan harapan bisa menekan persentase impor itu hingga di bawah 50 persen.
Ketergantungan kepada barang impor pun, tutur dia, kemudian menguji Indonesia di masa pandemi corona ini. Ketika permintaan tinggi, Indonesia kebingungan untuk memenuhi kebutuhannya, baik di alat kesehatan, bahan baku obat, maupun di obat. Bahkan, saat ini Tanah Air harus beradu dengan negara lain untuk mencari bahan baku.
Sebelumnya, Erick Thohir menyinggung adanya mafia dalam impor alat kesehatan. Mafia itu, kata dia, ada karena impor alat kesehatan ke Indonesia masih sangat besar mencapai 90 persen.
"Jangan semua ujung-ujungnya duit terus, dagang terus, akhirnya kita terjebak short term policy. (Impor alat kesehatan) Didominasi mafia, trader-trader itu, kita harus lawan dan ini Pak Jokowi punya keberpihakan itu," kata Erick lewat akun Instagramnya, Kamis, 16 April 2020.