Perekonomian Terimbas Corona, IMF Siap Gelontorkan Rp 16.410 T

Rabu, 25 Maret 2020 14:53 WIB

Logo IMF. wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Dana Moneter Internasional atau IMF siap menggelontorkan seluruh kapasitas pinjaman senilai US$ 1 triliun atau sekitar Rp 16.410 triliun (dengan kurs Rp 16.410 per dolar AS) yang dimiliki untuk negara yang membutuhkan dalam melindungi dari wabah virus Corona.

Hal ini disampaikan Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva usai konferensi jarak jauh dengan para Menteri Keuangan G20 dan Gubernur Bank Sentral yang digelar Senin, 23 Maret 2020.

Georgieva menyebutkan, dana pinjaman itu diberikan sebagai bentuk solidaritas kepada seluruh negara yang terimbas wabah Corona belakangan ini. "Dampak kemanusiaan akibat wabah virus Corona tidak bisa dihitung lagi, semua negara butuh bekerja sama untuk melindungi masyarakat dan meminimalisasi dampak ekonomi yang terjadi," ujarnya.

Lebih jauh, Georgieva memperkirakan dampak wabah Corona bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia, paling tidak seperti yang terjadi pada krisis 2008. Meski begitu ia berharap tahun depan segera terjadi pemulihan.

Bagaimana dampak Corona terhadap perekonomian global, Georgieva sedikitnya menekankan ada tiga poin penting.

Advertising
Advertising

Pertama, prospek pertumbuhan global untuk 2020 diprediksi akan negatif. "Resesi setidaknya sama buruknya dengan krisis keuangan global atau lebih buruk. Tetapi kami mengharapkan pemulihan pada tahun 2021," kata Georgieva.

Oleh karena itu, Georgieva menegaskan sangat penting untuk memprioritaskan ketahanan dan memperkuat sistem kesehatan di tiap negara. "Dampak ekonomi akan parah. Tetapi semakin cepat virus berhenti, semakin cepat dan kuat pemulihannya," ujarnya.

IMF, kata Georgieva, juga sangat mendukung tindakan fiskal luar biasa yang telah dilakukan banyak negara untuk meningkatkan sistem kesehatan dan melindungi pekerja dan perusahaan yang terkena dampak Corona.

Sejumlah langkah bank sentral yang melonggarkan kebijakan moneternya ini dinilai tidak hanya untuk kepentingan masing-masing negara, tetapi juga untuk ekonomi global secara keseluruhan. "Bahkan lebih banyak akan dibutuhkan, terutama di bidang fiskal," kata Georgieva.

Kedua, negara dengan ekonomi maju umumnya berada dalam posisi yang lebih baik untuk merespons krisis. Namun bersamaan dengan itu, kata Georgieva, banyak negara emerging market dan negara berpenghasilan rendah menghadapi tantangan yang signifikan. "Mereka sangat terpengaruh oleh aliran modal keluar, dan aktivitas domestik akan sangat terpengaruh ketika negara-negara menanggapi epidemi."

Sebagai contoh, Georgieva menyebutkan para investor telah menarik dana investasi mereka hingga US$ 83 miliar dari pasar negara berkembang sejak awal krisis. Itu merupakan aliran modal keluar terbesar yang pernah tercatat.

"Kami khususnya prihatin dengan negara-negara berpenghasilan rendah yang berada dalam kesulitan utang — suatu masalah yang menjadi poin kerja sama erat dengan Bank Dunia," ujar Goergieva seperti dikutip dari keterangan resmi IMF, Rabu, 25 Maret 2020.

Ketiga, IMF akan memusatkan pengawasan bilateral dan multilateral untuk mendukung anggota agar bertahan dari ancaman krisis. "Kami akan secara besar-besaran meningkatkan keuangan darurat — hampir 80 negara meminta bantuan kami — dan kami bekerja sama dengan lembaga keuangan internasional lainnya untuk memberikan tanggapan terkoordinasi yang kuat," ujarnya.

IMF, ujar Georgieva, sedang mengisi kembali Dana Ketahanan dan Pemulihan Bencana untuk membantu negara-negara termiskin. "Kami menyambut janji yang sudah dibuat dan meminta pihak lain untuk bergabung. Kami siap untuk mengerahkan semua kapasitas pinjaman US$ 1 triliun kami dan kami sedang mencari opsi lain yang tersedia."

Georgieva memaparkan bahwa beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah telah meminta IMF untuk membuat alokasi SDR. Alokasi anggaran itu seperti yang IMF siapkan selama Krisis Keuangan Global dan opsi ini sedang dijajaki.

SDR atau Special Drawing Right adalah aset cadangan internasional yang digagas IMF pada 1969 yang ditargetkan sebagai suplemen bagi cadangan resmi negara-negara anggota IMF. Selain itu, sudah ada sejumlah bank sentral-bank sentral utama yang memulai jalur pertukaran bilateral dengan negara-negara pasar berkembang.

Ketika krisis likuiditas global berlangsung, kata Georgieva, IMF membutuhkan anggota untuk menyediakan jalur swap tambahan. "Sekali lagi, kami akan menjajaki dengan Dewan Eksekutif dan keanggotaan, proposal yang mungkin yang akan membantu memfasilitasi jaringan swap yang lebih luas, termasuk melalui fasilitas tipe swap - IMF," ujarnya.

BISNIS

Berita terkait

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

3 jam lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

2 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

3 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

8 hari lalu

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

Inggris dan ASEAN bekerja sama dalam program baru yang bertujuan untuk mendorong integrasi ekonomi antara negara-negara ASEAN.

Baca Selengkapnya

Australia Luncurkan Fase Baru Program Investing in Women

9 hari lalu

Australia Luncurkan Fase Baru Program Investing in Women

Program Investing in Women adalah inisiatif Pemerintah Australia yang akan fokus pada percepatan pemberdayaan ekonomi perempuan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Modus-modus Kawin Kontrak, Dijanjikan Mahar Jutaan Rupiah

12 hari lalu

Modus-modus Kawin Kontrak, Dijanjikan Mahar Jutaan Rupiah

Kasus kawin kontrak kembali mengemuka. Berikut modus-modus kawin kontrak, termasuk soal mahar jutaan rupiah.

Baca Selengkapnya

Rapat Dewan Gubernur BI Akan Turut Evaluasi Perkembangan Ekonomi Global

12 hari lalu

Rapat Dewan Gubernur BI Akan Turut Evaluasi Perkembangan Ekonomi Global

Asisten Gubernur BI Erwin Haryono mengatakan dalam Rapat Dewan Gubernur Bulanan di antaranya akan membahas perkembangan ekonomi global.

Baca Selengkapnya

Apa Kata Pengamat Ekonomi jika Konflik Iran-Israel Berlanjut bagi Indonesia?

15 hari lalu

Apa Kata Pengamat Ekonomi jika Konflik Iran-Israel Berlanjut bagi Indonesia?

Konflik Iran-Israel menjadi sorotan sejumlah pengamat ekonomi di Tanah Air. Apa dampaknya bagi Indonesia menurut mereka?

Baca Selengkapnya

Terkini: Strategi Sri Mulyani Antisipasi Dampak Ekonomi Serangan Iran ke Israel, Rupiah dan IHSG Melemah Dampak Geopolitik Timur Tengah

17 hari lalu

Terkini: Strategi Sri Mulyani Antisipasi Dampak Ekonomi Serangan Iran ke Israel, Rupiah dan IHSG Melemah Dampak Geopolitik Timur Tengah

Ketegangan situasi geopolitik Timur Tengah dapat berdampak kepada Indonesia di berbagai indikator ekonomi.

Baca Selengkapnya

Ini Strategi Sri Mulyani Antisipasi Dampak Ekonomi usai Serangan Iran ke Israel

17 hari lalu

Ini Strategi Sri Mulyani Antisipasi Dampak Ekonomi usai Serangan Iran ke Israel

Perkembangan situasi ekonomi dan keuangan global dan tensi geopolitik yang sangat tinggi bergerak cepat dan dinamis.

Baca Selengkapnya