Jaga Ekonomi AS dari Corona, The Fed Rilis 2 Pinjaman Darurat

Rabu, 18 Maret 2020 13:49 WIB

Orang-orang berhjalan di samping gedung bank sentral AS, Federal Reserve atau The Fed, September 14, 2008.[REUTERS /Chip]

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) mengeluarkan dua program pinjaman darurat untuk menjaga kredit mengalir ke ekonomi AS di tengah tekanan pasar keuangan.

Dua fasilitas tersebut yakni Commercial Paper Funding Facility (CPFF) dan Primary Dealer Credit Facility (PDCF). Keduanya diselenggarakan dengan persetujuan Menteri Keuangan.

Fasilitas pertama yaitu Commercial Paper yang merupakan fasilitas pendanaan jangka pendek tanpa jaminan. Fasilitas ini sebelumnya juga dikeluarkan The Fed pada krisis keuangan 2008.

Dengan layanan ini, diharapkan likuiditas di pasar keuangan akan meningkat dalam jangka pendek. Departemen Keuangan Amerika Serikat disebutkan akan memberikan US$ 10 miliar perlindungan kredit dari Exchange Stabilization Fund.

Langkah tersebut menyusul tekanan yang meningkat dalam industri keuangan. Sejumlah langkah yang dilakukan terlebih dahulu seperti penurunan suku bunga darurat dan langkah-langkah dianggap gagal membendung tekanan pasar terhadap risiko bahwa virus Corona atau Covid-19 akan membawa AS dan ekonomi global ke arah resesi.

Advertising
Advertising

"Kami mendengar dengan jelas (di pasar keuangan) ada masalah likuiditas. Ini sangat penting untuk bisnis Amerika," Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan pada konferensi pers Gedung Putih, dilansir Bloomberg, Rabu, 18 Maret 2020.

The Fed mengatakan akan menyediakan unit pembiayaan khusus yang akan membeli kertas komersial berperingkat A1/P1 dari perusahaan yang memenuhi syarat. Pembelian akan berlangsung selama satu tahun kecuali Fed memperpanjang program.

Adapun fasilitas kedua yakni Primary Dealer Credit Facility akan menawarkan pendanaan dengan jangka waktu hingga 90 hari. Fasilitas ini akan tersedia untuk setidaknya 6 bulan dimulai 20 Maret 2020. Layanan ini diberikan dengan tingkat bunga yang sama dengan kebijakan pekan lalu menjadi 0,25 pada pekan lalu.

"Ada banyak tekanan di pasar dan ini seharusnya membantu mengurangi tekanan itu. Kebijakan ini merupakan kejutan besar bagi sistem. Secara lebih luas, kita sedang menuju ke perlambatan tajam dalam perekonomian,” kata Jim O'Sullivan, kepala strategi makro A.S. di TD Securities.

Indeks S&P 500, rebound dari penurunan paling tajam sejak 1987. Pada Senin lalu, ditutup 6 persen lebih tinggi, karena investor membaca pergerakan serta stimulus fiskal yang berani dari administrasi Trump sebesar US$ 1,2 triliun.

The Fed sebelumnya juga mengumumkan peningkatan jalur pertukaran dolar dengan bank sentral lain dan mengatakan akan membeli setidaknya US$ 700 miliar dalam bentuk surat berharga untuk memastikan pasar berfungsi dan menjaga kredit tetap mengalir.

"Pada titik ini The Fed telah membersihkan dan meluncurkan fasilitas di ujung jari dari krisis 2008: penghalang bagi CP dan akses efektif ke pendanaan diskon untuk dealer utama," ekonom Julia Coronado, presiden MacroPolicy Perspectives LLC, menulis dalam sebuah tweet.

Di pasar keuangan, serbuan investor ke uang tunai dan safe havens lainnya telah mengancam perusahaan sebagai sumber penting pinjaman jangka pendek. Perusahaan sering menerbitkan dokumen komersial (comercial paper) yang umumnya jatuh tempo dalam waktu kurang dari 270 hari untuk mendanai pengeluaran sehari-hari, seperti sewa dan gaji.

Data The Fed menunjukkan biaya pinjaman di pasar dokumen komersial selama 90 hari melonjak 1 persen poin pada Senin mencapai lebih dari 3 persen. Perusahaan yang telah berupaya menerbitkan dokumen komersial dalam beberapa hari terakhir masih bisa melakukannya. Namun, perdagangan pasar sekunder lemah, pertanda bahwa beberapa dealer mungkin akan mundur.

Fasilitas baru ini merupakan program yang diluncurkan Fed di tengah krisis keuangan pada Oktober 2008 ketika pasar kredit global mengalami peningkatan. Pada saat itu, perusahaan bahkan lebih bergantung pada pinjaman jangka pendek dan krisis membuat beberapa raksasa industri, termasuk General Electric Co, berebut uang.

Kontroversi yang melingkupi program dokumen komersial, dan beberapa fasilitas lainnya mendorong anggota parlemen untuk menempatkan pembatasan yang lebih besar pada penggunaan pinjaman darurat The Fed.

Di bawah perubahan yang dibuat oleh Dodd-Frank Act, The Fed harus mendapatkan izin dari Departemen Keuangan AS untuk membeli dokumen komersial, dan juga harus melaporkan kepada Kongres tentang penerima program dan jaminan yang ditawarkan untuk mengamankan pinjaman.

BISNIS

Berita terkait

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Aprisindo: Pengetatan Impor Mempersulit Industri Alas Kaki

16 jam lalu

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Aprisindo: Pengetatan Impor Mempersulit Industri Alas Kaki

Asosiasi Persepatuan Indonesia menanggapi tutupnya pabrik sepatu Bata. Pengetatan impor mempersulit industri memperoleh bahan baku.

Baca Selengkapnya

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

1 hari lalu

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

Perayaan bulan suci Ramadan dan hari raya Idul Fitri juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi domestik lebih lanjut.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

2 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

3 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp16.185, Analis: The Fed Membatalkan Kenaikan Suku Bunga

Data inflasi bulan April dinilai bisa memberikan sentimen positif untuk rupiah bila hasilnya masih di kisaran 3,0 persen year on year.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

5 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

5 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

10 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

10 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

10 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

10 hari lalu

Inggris Kucurkan Rp505 M untuk Program Integrasi Ekonomi ASEAN

Inggris dan ASEAN bekerja sama dalam program baru yang bertujuan untuk mendorong integrasi ekonomi antara negara-negara ASEAN.

Baca Selengkapnya