Minyak Mentah Jeblok, Jokowi Minta Harga BBM Dihitung Ulang
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 18 Maret 2020 12:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta kementerian terkait untuk melakukan perhitungan ulang harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Kalkulasi ini perlu dilakukan seiring dengan merosotnya harga minyak dunia belakangan ini.
“Saya minta dikalkulasi, dihitung dampak dari penurunan ini (harga minyak dunia) pada perekonomian kita terutama BBM (bahan bakar minyak). Baik BBM bersubisidi maupun BBM non-subsidi,” katanya dari Istana Merdeka, Jakarta dalam rapat terbatas melalui video conference dengan kabinet Indonesia Maju, Rabu, 18 Maret 2020.
Jokowi menyebutkan, dengan kondisi harga minyak dunia telah turun hingga ke level sekitar US$ 30 per barel, pemerintah perlu merespons dengan kebijakan yang tepat. “Kita harus merespons dengan kebijakan yang tepat dan kita juga harus bisa memanfaatkan momentum dan peluang ini,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa minyak mentah mengalami tekanan hingga anjlok ke level US$ 30-an per barel. "Memang jadi masalah, tapi kan semua negara mengalami ini bukan kita saja," ujarnya melalui siaran langsung resmi Kementerian Maritim dan Investasi, Senin, 16 Maret 2020.
Meski begitu, menurut Luhut, penurunan harga minyak dunia belum bisa menjadi alasan untuk melakukan penurunan harga BBM di dalam negeri. Sebab, jika perang minyak antara Arab Saudi dan Rusia mereda, ia yakin harga minyak dunia akan kembali merangkak naik.
"Apakah ada penurunan harga BBM? Terlalu awal untuk kita memprediksi karena kita belum tahu. Kalau nanti Saudi dan Rusia damai, (harga minyak) naik lagi ke atas. Nanti terlalu cepat kita antisipasi itu," ucap Luhut.
Adapun Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko PT Pertamina (Persero) Heru Setiawan sebelumnya mengatakan masih perlu berkoordinasi terkait dampak penurunan harga minyak dunia.
<!--more-->
"Harga BBM turun? Wah itu masih jauh, kita masih pelajari, tapi yang pasti tidak semudah itu perlu koordinasi dengan pemangku kepentingan, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan ,dan pihak lain yang terdampak, ada formulanya itu," katanya seperti dilansir Antara, Rabu, 11 Maret 2020.
Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi menyarankan Pertamina segera menurunkan harga BBM karena harga minyak dunia turun drastis sampai di bawah US$ 50 per barel. Hal ini terjadi setelah OPEC berupaya menurunkan produksi hingga 1,5 juta barel, tetapi Rusia yang non OPEC menolaknya.
Di sisi lain, Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut Indonesia akan ikut menikmati penurunan harga minyak dengan subsidi BBM yang langsung hilang. Pertamina akan memiliki kesempatan kembali meraih laba jumbo apabila harga BBM telat diturunkan pemerintah.
Di sisi lain, Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan dari bagi hasil di sektor migas. Termasuk dari pajak-pajak di sektor tersebut. Dahlan berpendapat, penurunan pendapatan pemerintah tersebut ditaksir mencapai Rp 115,1 triliun. Nilai tersebut merujuk realisasi PNBP sector migas pada tahun lalu.
“Di Indonesia, biaya produksi minyak mentah itu di sekitar (asumsi) US$ 40 per barel, kalau harga jualnya US$ 30 per barel. Anda pun bisa membuat corporate decision: tutup saja,” kata Dahlan.
Sementara itu Goldman Sachs Group Inc. memperingatkan harga minyak bisa turun ke level US$ 20 per barel seiring dengan perang harga yang terjadi antara Arab Saudi dan Rusia. Harga tersebut merupakan posisi ongkos produksi untuk beberapa negara produsen minyak.
BISNIS | EKO WAHYUDI