Corona Meluas, Industri Manfuktur Diperkirakan Kian Sulit Tumbuh
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 16 Maret 2020 13:27 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Makin meluasnya virus Corona dan berdampak pada perekonomian global tak terkecuali terasa oleh industri nasional. Kalangan ekonom memperkirakan kinerja industri manufaktur bakal kian sulit bertumbuh.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro misalnya, mengatakan yang paling penting untuk dijaga sektor industri saat ini adalah likuiditas agar arus keuangan terus dapat diputar dan bisnis tidak berhenti. Pasalnya, ketergantungan sektor manufaktur terhadap bahan baku dari Cina masih cukup tinggi meskipun persentasenya berbeda di setiap sektor.
Ari memperkirakan industri farmasi tidak bermasalah karena kebanyakan juga mengambil bahan baku dari India dan Amerika yang kini relatif aman. "Tetapi sebaliknya untuk elektronika mungkin dari Cina masih banyak kesulitan. Makanan dan Minuman, otomotif juga relatif aman, sekarang India jadi hub barang setengah jadi," katanya, Ahad, 15 Maret 2020.
Untuk itu, pemerintah memberi stimulasi dari sisi fiskal baik melalui pajak dan pemberian kredit untuk menjaga arus keuangan sektor manufaktur. Dengan begitu diharapkan, ketika industri masih menjaga kecukupan likuiditas, masyarakat terjamin daya belinya, dan permintaan serta produksi akan tetap jalan seiringan.
Upaya membangkitkan penawaran dan permintaan ini pernah dialami di Indonesia pada periode 2000 usai krisis moneter. Bedanya, jika dahulu diakibatkan karena mata uang saat ini karena virus penyakit baru Covid-19. "Mungkin industri hanya akan dapat mempertahankan pertumbuhan minimum tidak apa-apa 3 persen atau 1 persen saja yang penting uang harus diputar," ujar Ari.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan dibutuhkan strategi jangka pendek untuk mengupayakan agar produktivitas output industri dan perdagangan tetap tumbuh sesuai dengan target.
<!--more-->
Salah satu strategi yang bisa diambil adalah segera mencari pasar alternatif dengan memetakan produk-produk ekspor terdampak penurunan ekspor ke Cina. Selanjutnya, pemerintah dan usaha perlu memetakan pasar tujuan alternatif sebagai upaya diversifikasi pasar.
Pemerintah, kata Ahmad, juga harus fokus melakukan diplomasi perdagangan. Tujuannya, agar dapat meningkatkan ekspor berbagai produk industri Indonesia ke negara atau pasar alternatif. "Upaya ini guna mencari kompensasi penurunan ekspor ke Cina, sehingga tetap dapat meningkatkan devisa."
Untuk jangka menengah dan panjang, Heri mengatakan, pemerintah harus meningkatkan ekspor ke negara mitra dagang Cina. Sebab, berkurangnya kemampuan ekspor Cina ke berbagai negara dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengambil pangsa pasar ekspor mereka di negara-negara mitra dagang.
Nantinya, pemerintah dapat memulai memetakan negara yang mengalami dampak penurunan ekspor Cina untuk menganalisis informasi pasar, kebutuhan produk, hambatan perdagangan dan jaringan distribusi. Selanjutnya, dapat dicari solusi atau penyusunan langkah strategis untuk mengisi kebutuhan dan melewati hambatan yang ada ini.
Heri memproyeksikan penyebaran virus Corona berpotensi menurunkan kinerja ekspor Indonesia hingga 6,8 persen pada tahun ini. Hal itu dilakukan dengan menggunakan kalkulasi Global Trade Analysis Project (GTAP).
BISNIS