Kemenkeu Kaji Dampak Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik

Senin, 9 Maret 2020 19:30 WIB

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara saat menyampaikan key note speech dalam acara "Property Outlook 2020: Manajemen Properti Berbasis Teknologi" di Gedung Dhanapala, Jakarta Pusat, Rabu 18 Desember 2019. Tempo/Dias Prasongko

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan belum bisa berkomentar banyak soal putusan terbaru Mahkamah Agung (MA) yang menganulir kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut pihaknya masih akan mendalami implikasi dari putusan ini.

“Kami akan pelajari dulu,” kata Suahasil saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin, 9 Maret 2020. Sebab, Kementerian Keuangan juga harus berkoordinasi dengan kementerian lainnya untuk masalah ini.

Sebelumnya, MA diketahui telah membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Keputusan ini terjadi setelah MA menerima dan mengabulkan sebagian dari judicial review yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.

Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres Jaminan Kesehatan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, pasal tersebut juga dinyatakan bertentangan dengan sejumlah undang-undang. "Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, Senin, 9 Maret 2020.

Lewat putusan ini, MA menganulir iuran BPJS yang sudah diterapkan sejak 1 Januari 2020 melalui Perpres 75 Tahun 2019 tersebut. Daftar iuran yang dianulir yaitu Rp 42 ribu untuk peserta Kelas III, Rp 110 ribu untuk Kelas II, dan Rp 160 ribu untuk Kelas IV.

Advertising
Advertising

Sehingga, iuran yang berlaku kembali merujuk pada aturan sebelumnya yaitu Perpres 82 Tahun 2018. Rincian iuran lama tersebut yaitu Rp 25.500 untuk Kelas III, Rp 51 ribu untuk Kelas II, dan Rp 80 ribu untuk Kelas I.

Dalam kesempatan ini, Suahasil juga menjelaskan bahwa tahun lalu, BPJS memang mengalami defisit keuangan yang cukup dalam. Itu sebabnya, kenaikan iuran dilakukan sehingga defisit bisa sedikit teratasi. Sebab, pemerintah tidak memiliki cukup dana jika terus-terusan membantu BPJS lewat anggaran negara.

Sementarai itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar justru meminta pemerintah menerima penuh putusan MA ini. “Karena sifatnya final dan mengikat,” kata dia.

Ia tak sepenuhnya sepakat jika kenaikan iuran menjadi solusi utama pemerintah menekan defisit keuangan BPJS. Lantaran, ada 45 persen peserta yang nonaktif ataupun harus turun kelas semenjak adanya kenaikan iuran.

Tapi sebagai solusi, Timboel pun menyarankan dua hal agar BPJS bisa tetap bertahan di tengah keuangan yang defisit. Pertama mengendalikan biaya klaim yang sangat besar di BPJS. Kedua menjalankan mekanisme sanksi yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2013 kepada mereka yang seharusnya membayar iuran BPJS, namun tidak melakukannya.

“Aturan sanksi ini sudah ada sejak 2013, tapi tidak berjalan efektif,” kata Timboel.

FAJAR PEBRIANTO

Berita terkait

Program JKN Bisa Layani Pengobatan dengan KTP

3 hari lalu

Program JKN Bisa Layani Pengobatan dengan KTP

Salah satu kemudahan yang diberikan saat ini adalah peserta JKN aktif dapat berobat hanya dengan menunjukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Baca Selengkapnya

Aplikasi Mobile JKN Mudahkan Masyarakat Jalani Pengobatan

3 hari lalu

Aplikasi Mobile JKN Mudahkan Masyarakat Jalani Pengobatan

Kehadiran aplikasi Mobile JKN kemudahan layanan kesehatan bagi peserta JKN

Baca Selengkapnya

Rangkuman Pro Kontra Iuran Pariwisata, Anggota Komisi V DPR: Sebaiknya Tidak Diterapkan

5 hari lalu

Rangkuman Pro Kontra Iuran Pariwisata, Anggota Komisi V DPR: Sebaiknya Tidak Diterapkan

Iuran dana Pariwisata pada tiket pesawat yang direncanakan pemerintah menjadi kontroversi. Bagaimana tanggapan dari berbagai pihak?

Baca Selengkapnya

Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

7 hari lalu

Terkini: Usulan BTN Program 3 Juta Rumah Prabowo-Gibran, Pro Kontra Rencana Buka Lahan 1 Juta Ha untuk Padi Cina

BTN mengusulkan skema dana abadi untuk membiayai program 3 juta rumah yang dicanangkan oleh pasangan Capres-cawapres terpilih Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

8 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya

Viral Bea Masuk Rp 31,8 Juta untuk Sepatu Seharga Rp 10 Juta, Begini Cara Perhitungan Bea Cukai

8 hari lalu

Viral Bea Masuk Rp 31,8 Juta untuk Sepatu Seharga Rp 10 Juta, Begini Cara Perhitungan Bea Cukai

Ditjen Bea Cukai menanggapi pemberitaan penetapan bea masuk untuk produk sepatu impor yang dibeli oleh konsumen sebesar Rp 31,8 juta.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

9 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

9 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

12 hari lalu

Di Washington DC, Sri Mulyani Beberkan soal Bonus Demografi Muda hingga Reformasi Kesehatan

Sri Mulyani menekankan pentingnya peningkatan kualitas SDM, baik pada bidang pendidikan maupun kesehatan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Selengkapnya

Hingga 9 April 2024, Kemenkeu Bayarkan THR PNS Senilai Rp 40,77 Triliun

24 hari lalu

Hingga 9 April 2024, Kemenkeu Bayarkan THR PNS Senilai Rp 40,77 Triliun

Pemerintah telah menyalurkan tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 40,77 triliun per hari Selasa, 9 April 2024. Seperti apa rinciannya?

Baca Selengkapnya