TEMPO Interaktif, Jakarta:Right Issue Bank Internasional Indonesia (BII) sebesar Rp 4,813 triliun dengan pemerintah sebagai standby buyer sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai rekap jilid II. Karena pada rekap pertama Mei 1999 masih menyisakan sejumlah masalah yang belum terselesaikan. Di antaranya belum diakuinya tagihan antar bank yang tak tertagih sebagai kerugian BII. Ketua Tim Pengelola BII, Sigit Pramono, mengatakan hal ini kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (17/6). Jumlah tagihan tersebut, menurut Sigit sebesar Rp 1,2 triliun, yaitu kepada Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Bira. Namun ia tidak memerinci jumlah tagihannya. “Dulu belum diakui ada potensi kerugian BII, tapi sekarang sudah diakui,” ujarnya. Sigit mengungkapkan pada tahun 2000 sebenarnya BII telah mengembalikan Rp 2,1 triliun dari Rp 8,7 triliun obligasi rekap yang diterimanya. Obligasi itu dikembalikan karena dari hasil due dilligence ketika itu, pemerintah menemukan fakta bahwa BII mempunyai kelebihan obligasi rekap. “Karena beberapa potensi kerugian termasuk tagihan antarbank belum diakui,” kata Sigit. Namun dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh anggota Tim Pengelola lainnya seperti Wakil Ketua, Armand B. Arief, anggota Sukatmo Padmosukarso dan Rudy N. Hamdani, Sigit menambahkan selain tagihan antar bank, kerugian lainnya yang diderita BII adalah akibat Non Performing Loan sebesar Rp 1,7 triliun (60 persen). Tapi, sambar Sigit, peningkatan NPL itu cukup banyak dipengaruhi oleh pengalihan tagihan utang Sinar Mas Grup sebesar Rp 14 triliun ke BPPN. “Padahal di antara tagihan tersebut ada juga tagihan yang berkategori 1 dan 2,” ujar dia. Akibatnya NPL tertekan cukup dalam. BII sendiri menargetkan akan mampu mencapai Non Performing Loan (NPL) sebesar 10 persen pada akhir tahun 2002. Caranya dengan melakukan restrukturisasi, pelunasan, penjualan aset kredit, dan write off (penghapusbukuan) kredit macet. Jumlah ini memang masih di bawah ketentuan BI nantinya yang mewajibkan NPL tak lebih dari 5 persen. "Itukan (NPL 5 persen)adalah target indikatif. Karena pemerintah pasti realistis dalam kondisi seperti sekarang ini sulit mencapapi NPL 5 persen," kilahnya. Rencananya besok akan berlangsung Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BII dengan agenda menyetujui right issue BII sebanyak 38 miliar lembar saham dengan target pendapatan Rp 4,813 triliun. Sehingga perlembarnya akan dihargai antara Rp 125 hingga Rp 200. Saat ini komposisi kepemilikan BII adalah Pemerintah RI melalui BPPN sebesar 76 persen dan masyarakat 24 persen. (ucok ritonga/kurniawan)
Berita terkait
Duel Indonesia vs Korea Selatan di Piala Thomas 2024, Jonatan Christie Siap Tampil Mati-matian
8 menit lalu
Duel Indonesia vs Korea Selatan di Piala Thomas 2024, Jonatan Christie Siap Tampil Mati-matian
Atlet tunggal putra, Jonatan Christie, mengatakan tim putra Indonesia siap memberikan kemampuan terbaik pada babak perempat final Piala Thomas 2024.