Virus Corona, Harga Masker di Sorong Tembus Rp 250 Ribu
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 4 Maret 2020 12:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Usai pemerintah mengumumkan 2 warga negara Indonesia atau WNI yang positif terjangkit virus Corona, harga masker penyaring udara penutup mulut dan hidung di sejumlah daerah melonjak. Tak terkecuali di kota Sorong, provinsi Papua Barat.
Masker di sejumlah apotek di kota Sorong telah habis terjual meskipun harganya telah meroket hingga mencapai Rp 250 ribu per boks. Satu boks berisi 50 masker.
Berdasarkan pantauan pada hari Rabu, 4 Maret 2020, Apotek Nurfadila Jalan Baru Kota Sorong misalnya, menjual satu pak masker seharga Rp 250.000. Harga itu telah naik Rp 135.000 dari harga sebelumnya Rp 115.000.
Salah satu apoteker di Apotek Nurfadila itu, Idha, menyebutkan untuk eceran satu masker dihargai Rp 5.000. Ia mengaku, sebelum wabah virus Corona merebak harga masker eceran yang dijual di Kota Sorong tak sampai sebesar itu.
Sebelumnya, tiga lembar masker dijual dengan harga Rp 5.000, namun sekarang per masker dijual Rp 5.000. Kenaikan harga masker tidak bisa dihindari karena stok produk itu pada agen yang ada di Kota Sorong sejak Februari telah langka.
Harga jualnya pun telah melambung dari semula Rp 30-40 ribu menjadi Rp 115.000 per boks. Oleh karena itu masker akhirnya dijual di harga Rp 250.000.
Idha menyebutkan, kenaikan harga masker juga terjadi sejak Presiden Jokowi mengungkapkan adanya virus Corona di Indonesia. "Banyak warga langsung membeli masker, namun kami tidak menjual masker dalam jumlah banyak karena stoknya terbatas," ujarnya.
Juru bicara sekaligus Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, Guntur Saragih, sebelumnya mengatakan, sesuai dengan penelaahan tim di lapangan, komisi tidak menemukan adanya dugaan pelanggaran persaingan usaha dalam penjualan masker.
<!--more-->
"Kami tidak menemukan pelanggaran di rantai usaha utama sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, baik kartel maupun seluruh pasalnya," ujar Guntur di kantornya, Selasa, 3 Maret 2020.
Kalau toh terjadi permainan harga, Guntur memperkirakan praktik ini terjadi di level pedagang kecil. Artinya, bukan terjadi di rantai pasokan utama atau pengusaha dalam skala besar.
"Jadi untuk sementara, kenaikan harga terjadi karena fenomena itu. Untuk harga, kami tidak bisa bilang ini normal atau tidak karena semua orang memang kebutuhan tinggi dan stok langka," ujarnya.
Kendati begitu, Firman mengatakan KPPU terus membuka akses pelaporan bagi masyarakat seandainya menemukan adanya dugaan penyelewengan. Bila nanti terdapat pelaku usaha yang teridentifikasi melakukan pelanggaran, pelaku akan dikenakan sanksi sesuai beleid yang berlaku dengan denda material maksimal Rp 25 miliar.
BISNIS | FRANCISCA CHRISTY