Potensi Investasi Hijau Papua, Luhut: Gak Ada Kelapa Sawit Lagi
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 24 Februari 2020 21:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan telah memetakan potensi investasi hijau di Papua dan Papua Barat, salah satunya di sektor perkebunan. Menurut dia, dua provinsi tersebut unggul untuk komoditas pala, kopi, dan cokelat.
"Kita enggak mau ada kelapa sawit lagi. Cukup sudah. Kita mau pala, kopi, cokelat," ujar Luhut di kantornya, Senin petang, 24 Februari 2020.
Pemetaan investasi hijau di Papua dan Papua Barat telah dirapatkan oleh Luhut bersama sejumlah menteri. Di antaranya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo serta Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.
Rencana pemerintah merancang investasi ramah lingkungan dilakukan untuk mencapai ekonomi hijau pada 2050. Upaya ini sejalan dengan komitmen Indonesia menandatangani Perjanjian Paris atau Paris Agreement sebagai negara anggota G20.
Luhut menjelaskan, kesempatan investasi hijau akan dibuka untuk seluruh kelompok pelaku usaha, mulai UMKM hingga pengusaha dengan modal jumbo. Investasi ini juga bakal ditawarkan untuk investor asing dan dalam negeri.
Terkait pembahasan investasi hijau ini, pemerintah akan merapatkan kebijakan lanjutan pada 27 Februari mendatang di Sorong, Papua Barat. Ditemui terpisah, Bahlil menegaskan investasi hijau diupayakan terwujud pada tahun ini.
Menurut dia, pemerintah bakal memberikan insentif khusus bagi investor yang tertarik menanamkan modalnya. "Mungkin ada tax holiday, tax allowance," tutur Bahlil.
Adapun investasi itu akan meliputi sektor menyeluruh, seperti kehutanan, perikanan, pariwisata, hingga transportasi. Ihwal nilai investasi yang ditargetkan pemerintah, Bahlil menyatakan belum ada angka pasti.
Seperti dikutip Bisnis.com, Brown to Green Report 2019 mengukur kinerja negara G20 untuk mengatasi perubahan iklim. Laporan tersebut menyebut negara G20 berkontribusi 80 persen dari total emisi di dunia.
Direktur Eksekutif Institute Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan Indonesia disebut-sebut masih menduduki peringkat rendah di antara negara G20 yang berkomitmen terhadap perubahan iklim. Karena itu, kata dia, diperlukan strategi pembangunan dan investasi untuk mendorong perkembangan ekonomi hijau.
BISNIS