Penerbitan Obligasi Daerah Tak Mudah, Kemenkeu Ungkap Penyebabnya

Rabu, 12 Februari 2020 13:09 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama (kiri) dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyampaikan konferensi pers seusai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa 11 Februari 2020. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut bahwa proses penerbitan obligasi daerah bukan hal yang mudah.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengungkapkan daerah masih memiliki kesulitan dalam menentukan proyek apa yang harus didanai dan menjadi landasan dari penerbitan obligasi daerah.

Obligasi daerah harus mendanai proyek infrastruktur ataupun proyek-proyek lain yang memiliki income stream agar utang yang ditarik oleh Pemda bisa dibayarkan.

"Pembayaran itu jadi beban Pemda, memang ada obligasi daerah yang tidak harus dihubungkan langsung dengan pemasukan tetapi harus proyek yang signifikan," ujar Prima, Selasa 11 Februari 2020.

Advertising
Advertising

Menurut Prima, saat ini Pemda masih cenderung kesulitan menentukan proyek yang akan didanai karena tidak adanya skala prioritas dari proyek-proyek yang hendak dilaksanakan. "Pemda itu lebih kepada daftar keinginan, pengen ini, pengen itu," kata Prima.

Lebih lanjut, Prima juga mengatakan Pemda harus siap dan berani untuk lebih transparan sebelum akhirnya memutuskan untuk menerbitkan obligasi daerah.

Apabila obligasi daerah diterbitkan, maka Pemda terkait harus siap memaparkan keadaan perekonomian daerah serta keuangannya.

Seperti diketahui, ADB dalam laporan asistensi teknis 'Indonesia: Strengthening the Local Government Bond Market' mencatat penyebab dari tidak adanya obligasi daerah yang diterbitkan oleh Pemda antara lain disesbabkan oleh dangkalnya pasar modal Indonesia, kurangnya kapasitas manajemen finansial pada level Pemda, dan rendahnya kelayakan kredit Pemda.

Menurut ADB, asistensi teknis belum bisa mencapai output yang diharapkan karena kurangnya komitmen dari pemerintah pusat untuk mendukung Pemda dalam menerbitkan obligasi daerah. Lebih lanjut, koordinasi antarlembaga di level pemerintah pusat dinilai lemah dan waktu implementasi yang diberikan juga terlalu singkat.

Merujuk pada regulasi yang ada, syarat yang harus dipenuhi oleh Pemda untuk menerbitkan obligasi daerah cukup banyak. Syarat yang harus dipenuhi oleh Pemda dalam rangka menerbitkan obligasi daerah terlampir dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 56/2018, Peraturan OJK (POJK) No. 61/2019, 62/2019, No. 63/2019, serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 180/2019.

Pertama, jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak boleh melebihi 75 persen penerimaan APBD tahun sebelumnya.

Kedua, rasio kemampuan untuk mengembalikan pinjaman atau yang disebut debt to service coverage ratio (DSCR) paling sedikit sebesar 2,5 persen.

Ketiga, Pemda tidak boleh memiliki tunggakan atas pengembalian pinjaman dari pemerintah pusat.

Setelah tiga syarat tersebut dipastikan bisa dipenuhi, Pemda perlu mendapatkan persetujuan dari DPRD sebelum dapat memperoleh persetujuan dari dua institusi di pemerintahan pusat yakni Kemendagri dan Kemenkeu.

<!--more-->

Obligasi daerah harus digunakan untuk membiayai infrastruktur atau investasi pembangunan sarana prasarana untuk kepentingan publik.

Investasi pembangunan sarana prasarana yang telah disebutkan pun pembangunannya tidak boleh melampaui masa akhir jabatan kepala daerah, kecuali apabila pembangunan tersebut termasuk dalam prioritas nasional.

Lebih lanjut, obligasi daerah hanya dapat diterbitkan di pasar domestik dan menggunakan rupiah.

Kemendagri dalam hal penerbitan obligasi daerah memiliki wewenang untuk melakukan penilaian atas kesesuaian kegiatan dengan dokumen perencanaan dan anggaran daerah, kesesuaian kegiatan daerah dengan prioritas nasional, serta sinkronisasi rencana pinjaman dengan pendanaan selain pinjaman.

Kemenkeu juga memiliki wewenang untuk menilai kemampuan keuangan daerah, kebutuhan riil daerah, serta menentukan batas maksimal kumulatif defisit APBD yang dibiayai dari pinjaman.

Berita terkait

Viral Bea Masuk Rp 31,8 Juta untuk Sepatu Seharga Rp 10 Juta, Begini Cara Perhitungan Bea Cukai

6 hari lalu

Viral Bea Masuk Rp 31,8 Juta untuk Sepatu Seharga Rp 10 Juta, Begini Cara Perhitungan Bea Cukai

Ditjen Bea Cukai menanggapi pemberitaan penetapan bea masuk untuk produk sepatu impor yang dibeli oleh konsumen sebesar Rp 31,8 juta.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

7 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

8 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hingga 9 April 2024, Kemenkeu Bayarkan THR PNS Senilai Rp 40,77 Triliun

22 hari lalu

Hingga 9 April 2024, Kemenkeu Bayarkan THR PNS Senilai Rp 40,77 Triliun

Pemerintah telah menyalurkan tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 40,77 triliun per hari Selasa, 9 April 2024. Seperti apa rinciannya?

Baca Selengkapnya

Per Maret 2024, Setoran Pajak Ekonomi Digital Mencapai Rp 23,04 Triliun

22 hari lalu

Per Maret 2024, Setoran Pajak Ekonomi Digital Mencapai Rp 23,04 Triliun

Ditjen Pajak Kemenkeu mencatat penerimaan negara dari sektor usaha ekonomi digital hingga 31 Maret 2024 mencapai Rp 23,04 triliun.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu: Penyaluran THR untuk ASN Hampir 100 Persen, Tembus Rp 36,93 Triliun

28 hari lalu

Kemenkeu: Penyaluran THR untuk ASN Hampir 100 Persen, Tembus Rp 36,93 Triliun

Kementerian Keuangan mengumumkan perkembangan pembayaran tunjangan hari raya atau THR untuk aparat sipil negara (ASN) per 3 April 2024.

Baca Selengkapnya

DJP Ingatkan Wajib Pajak Sampaikan Realisasi PPS, Hari Ini Batas Terakhir

32 hari lalu

DJP Ingatkan Wajib Pajak Sampaikan Realisasi PPS, Hari Ini Batas Terakhir

DJP mengatakan Wajib Pajak orang pribadi yang mengikuti Program Pengungkkapan Sukarela (PPS) wajib menyampaikan realisasi PPS.

Baca Selengkapnya

Hari Ini Terakhir Lapor SPT Tahunan, Ditjen Pajak Buka Layanan di Luar Kantor

32 hari lalu

Hari Ini Terakhir Lapor SPT Tahunan, Ditjen Pajak Buka Layanan di Luar Kantor

Kantor Pajak akan tetap buka pada hari ini, Ahad, 31 Maret 2024, untuk melayani masyarakat melapor SPT Tahunan.

Baca Selengkapnya

CIMB Niaga Dorong Masyarakat Giat Investasi dengan Dana Mulai Rp 10 Ribu

35 hari lalu

CIMB Niaga Dorong Masyarakat Giat Investasi dengan Dana Mulai Rp 10 Ribu

CIMB Niaga mendorong masyarakat untuk giat berinvestasi, salah satunya dengan menempatkan dana dengan nominal paling terjangkau mulai dari Rp 10 ribu.

Baca Selengkapnya

Ramai Barang Bawaan ke Luar Negeri Harus Lapor ke Bea Cukai, Sri Mulyani Buka Suara

37 hari lalu

Ramai Barang Bawaan ke Luar Negeri Harus Lapor ke Bea Cukai, Sri Mulyani Buka Suara

Menteri Keuangan Sri Mulyani buka suara soal aturan barang bawaan ke luar negeri yang ramai dibicarakan oleh warganet belakangan ini.

Baca Selengkapnya