Didominasi Administratif, Komposisi ASN Dinilai Kurang Ideal
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Senin, 27 Januari 2020 15:59 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Setiawan Wangsaatmaja mengatakan bahwa sat ini komposisi aparatur sipil negara atau ASN didominasi oleh jabatan pelaksana atau administratif.
"Saat ini persentase pegawai teknis amat kecil bila dibanding dengan pegawai administratif, jadi bagaimana ASN bisa berkontribusi untuk bisa lari," ujar Setiawan di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Senin, 27 Januari 2020.
Ia menilai saat ini kontribusi pegawai pelat merah memang agak sulit untuk dicapai lantaran adanya missmatch antara kebutuhan dan kualifikasi pegawainya. "Kurang tepat antara kualifikasi atau background pendidikan dengan apa yang mau dikelola di daerah tersebut," tutur Setiawan.
Dalam paparannya, ia mencontohkan di Jawa, persentase jabatan bidang transportasi hanya 0,12 persen dan bidang industri hanya 0,25 persen. Padahal jabatan di sektor tersebut diduga dibutuhkan untuk pengembangan potensi di sana.
Berdasarkan data komposisi ASN per 30 Juni 2019, jumlah pegawai pelaksana atau administrasi mencapai 1,68 juta pegawai atau 39,1 persen. Berikutnya, jumlah jabatan fungsional guru adalah sekitar 1,52 juta jabatan atau 35,4 persen dari total. Berikutnya, jabatan fungsional kesehatan 310,4 ribu jabatan atau 7,24 persen, jabatan fungsional teknis 322,8 ribu jabatan, serta 460 ribu atau 10,73 persen jabatan struktural.
"Realita ini lah kita sekarang dan ke depan akan kontrol ASN yang masuk harus sesuai dengan kebutuhan organisasi. Harus sesuai potensi daerahnya dan belanja pegawainya," tutur Setiawan.
<!--more-->
Hal tersebut pula yang membuat kementerian memprioritaskan sejumlah jabatan tenaga honorer untuk ditangani selama masa transisi hingga 2023. Jabatan tersebut antara lain tenaga pendidikan dan tenaga kesehatan. "Kebijakan pemerintah untuk penanganan Tenaga Honorer KII sebagaimana komposisi aparatur sipil negara diprioritaskan kepada tenaga pendidikan dan tenaga kesehatan," ujar Setiawan.
Tenaga administrasi juga mendominasi jumlah tenaga honorer KII yang belum diangkat oleh pemerintah. Hingga 2013, jumlah tersebut adalah sebesar 249.400 tenaga administrasi honorer. Sementara itu, dari data yang sama hingga 2013 soal tenaga honorer KII, ada 157.210 guru, 86 dosen, dan 6.091 tenaga kesehatan yang belum diangkat sebagai pegawai pelat merah. Dari jumlah tersebut, 12.883 orang guru dan 464 orang tenaga kesehatan berpotensi mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Bagi yang gagal atau tidak bisa seleksi lantaran tidak memenuhi persyaratan, Setiawan mengatakan mereka bisa mengikuti rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak. Sementara bagi yang tak bisa masuk ke skema tersebut, mereka masih diberi kesempatan bekerja sesuai kebutuhan instansi dan peraturan yang berlaku, dengan bayaran sesuai upah minimum regional.
Dari potensi tersebut, 6.638 guru honorer telah lolos seleksi CPNS 2018 dan 2.115 orang tidak lulus. Sementara 4.328 tidak mendaftar CPNS 2018. Berikutnya, ada 55.937 orang yang mengikuti seleksi PPPK 2019. Sebanyak 34.954 orang memenuhi nilai ambang batas seleksi, namun belum diangkat.
Pada formasi tenaga kesehatan, 173 orang lolos seleksi CPNS 2018 dan 38 orang tidak lolos. Sementara, yang lolos ambang batas seleksi PPPK 2019 ada sebanyak 1.792 orang. Pada formasi tenaga penyuluh pertanian, 11.670 orang telah memenuhi ambang batas selesi PPPK 2019.
Berdasarkan Pasal 96 PP 49 Tahun 2018, Setiawan mengatakan pejabat pemerintah memang telah dilarang untuk mengangkat tenaga non-PNS atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Pada Pasal 99, disebutkan bahwa tenaga non-PNS masih bisa tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun setelah aturan itu terbit. Lima tahun yang dimaksud adalah masa transisi dan berlaku hingga 2023.