Analis: Otoritas Harus Beri Sanksi ke Emiten Penggoreng Saham
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 15 Januari 2020 11:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Analis saham Ferry Latuhihin mengingatkan kepada otoritas pasar modal agar dapat memberikan sanksi tegas bagi emiten-emiten bermasalah untuk menjaga kepercayaan investor.
Ferry lantas menyebutkan sejumlah kasus yang menimpa perusahaan asuransi seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) hingga Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera sebetulnya bisa dicegah.
"Kasus-kasus hukum seperti menimpa Jiwasraya dan Bumiputera terjadi karena melakukan investasi saham yang berisiko yang seharusnya dapat dicegah," kata Ferry dalam diskusi Ekonomi Outlook yang diselenggarakan Aplikasi Tanamduit di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020.
Sebab, menurut Ferry, otoritas pasar modal seharusnya mengetahui kalau ada saham-saham yang sengaja 'digoreng'. Oleh karena itu, ia menekankan seharusnya di masa mendatang ada penegakan hukum untuk kasus-kasus demikian agar tidak ada lagi investor yang dirugikan.
Ferry yang juga merupakan Chief Economist Tanamduit menilai kasus-kasus serupa juga dialami perusahaan dana pensiun bahkan juga reksadana. Hal ini menunjukkan adanya moral hazard yang dilakukan bersama-sama melibatkan para pengambil keputusan.
Saham gorengan belakangan ini santer dibicarakan sejumlah kalangan. Salah satu kasus terkait saham gorengan adalah portofolio saham yang dimiliki oleh Asabri.
Seperti diketahui saham-saham yang menjadi portofolio Asabri berguguran sepanjang 2019. Bahkan, penurunan harga saham dapat mencapai lebih dari 90 persen sepanjang tahun berjalan.
Dari keterbukaan informasi diketahui ada 14 saham yang masuk ke dalam portofolio Asabri. Namun, Asabri melepas seluruh investasinya di PT Pool Advista Finance Tbk. (POOL) pada Desember 2019.
<!--more-->
Akibatnya, saham POOL terjun paling dalam di antara portofolio Asabri lainnya dengan penurunan 96,93 persen sepanjang 2019. Bahkan, saham tersebut disuspensi hingga kini sejak 30 Desember 2019, dengan level harga penutupan Rp 156.
Harga saham yang jeblok berikutnya adalah PT Alfa Energi Investama Tbk. (FIRE), yang terkoreksi 95,79 persen pada tahun lalu ke level Rp 326. Penurunan drastis pun dialami saham PT SMR Utama Tbk. (SMRU) sebesar 92,31 persen ke posisi Rp 50. Level harga 'gocap' itu pun bertahan hingga kini. Asabri memegang 6,61 persen saham SMRU.
"Pedoman investasinya ada, tetapi (yang utama) kebijakan berinvestasi (oleh direksi) harus sesuai dengan tata kelola yang baik," kata Hadiyanto, Rabu, 8 Januari 2020.
Kasus ini muncul bahkan tak lama setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan agar semua pemangku kepentingan membersihkan pasar modal dari praktik jual beli saham yang tidak benar. "Tahun 2020 saya harapkan dapat menjadi momentum bagi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan BEI (Bursa Efek Indonesia) untuk mencanangkan tahun pembersihan pasar modal dari para manipulator yang sering memanipulasi," ujarnya, Kamis, 2 Januari 2020.
Jokowi saat itu mengatakan, para manipulator kerap memoles harga saham tidak sesuai dengan sebenarnya. Misalnya saham berharga Rp 100 per saham dipoles menjadi Rp 1.000 per saham, hingga Rp 4.000 per saham. "Hati-hati, ini harus dibersihkan dan dihentikan."
ANTARA | CAESAR AKBAR