Ada Kasus Jiwasraya dan Asabri, OJK Diminta Perdalam Pengawasan
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rahma Tri
Senin, 13 Januari 2020 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan sekaligus Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Ex Officio Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, menyebut OJK mesti meningkatkan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Musababnya, baru-baru ini terungkap kasus yang membelit PT Asuransi Jiwasraya, dan yang teranyar adalah PT Asabri.
"Kalau kita melihat memang dibutuhkan pengawasan yang kuat yang bisa memberikan sinyal," ujar Suahasil di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020.
Ia mengatakan, saat ini dari segi pengawasan memang sudah ada lembaga pengawas internal dan audit laporan keuangan. Namun, Suahasil merasa untuk mengetahui apakah suatu lembaga keuangan mengalami penurunan kinerja atau tidak, pengawasan perlu diperdalam lagi.
"Jadi kita mesti memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memahami gerak dari sektor keuangan supaya tidak sekadar audit tetapi tidak memberikan signaling ini membaik atau memburuk," kata Suahasil.
Menurut dia, hal tersebut harus dikerjakan bersama, baik oleh OJK sebagai lembaga pengawas keuangan, maupun Kementerian Keuangan yang melihat sektor keuangan secara keseluruhan. "Harus memiliki mekanisme untuk memahami hal tersebut, Ditambah lagi pemerintah adalah pemilik dari lembaga keuangan yang bersifat BUMN, jadi harus sama-sama semuanya."
<!--more-->
Dengan demikian, Suahasil berharap, nantinya pengawas selain mengawasi sektornya, juga secara bersamaan menangkap sinyal dan peraturan. "Jadi betul-betul melihat jika suatu perusahaan disebut baik itu signalingnya seperti apa, arah ke depannya bagaimana," tutur dia. Sehingga, audit tidak sekadar diselesaikan namun diperdalam.
Sebelumnya, Ketua BPK Agung Firman Sampurna menyatakan bahwa terdapat potensi risiko sistemik dari kasus gagal bayar Jiwasraya. Agung bahkan menyebut kasus ini sangat besar dan berskala gigantic. Kerugian negara akibat kasus itu pun tengah diselidiki. Namun diyakini, nilai kerugian akan lebih besar dari perkiraan awal Kejaksaan Agung yang sebesar Rp 13,7 triliun.
Menurut Agung, masalah Jiwasraya merupakan kasus dengan skala yang sangat besar. Kondisi tersebut membuat BPK bersama penegak hukum perlu mengambil kebijakan dengan hati-hati karena terdapat risiko yang menghantui.
"Kasus Jiwasraya ini cukup besar skalanya, bahkan saya katakan ini gigantik, sehingga memiliki risiko sistemik," ujar Agung dalam konferensi pers di Kantor BPK, Jakarta pekan ini. Sementara itu, Kejaksaan Agung telah memeriksa sebanyak 98 saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di Jiwasraya. Dari pemeiksaan tersebut, Kejaksaan Agung menemukan sekitar 5.000 transaksi untuk diperiksa lebih lanjut.