Di Depan Dubes, Luhut Sebut Indonesia Harus Berguru ke Cina
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rahma Tri
Rabu, 8 Januari 2020 17:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memuji laju ekonomi Cina yang melesat kencang karena disokong perkembangan teknologi. Bahkan, Luhut mengatakan, Indonesia mesti berguru kepada Cina untuk menjadi negara maju.
"Kita harus belajar banyak hal ke Cina. Mengapa Cina? Sepuluh tahun lalu Cina adalah negara teknologi kelas dua. Tapi Cina bergerak sangat cepat. Padahal," ujarnya di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu, 30 Januari 2020.
Pandangan itu disampaikan Luhut saat menjadi pembicara kunci dalam forum pertemuan bisnis antara Cina dan Indonesia. Hadir pula dalam acara itu Duta Besar Cina untuk Indonesia, Xiao Qian.
Luhut mengatakan, saat ini Cina masih mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada level 6 persen di tengah gejolak geopolitik versus Amerika Serikat yang terjadi belakangan. Me ketegangan yang terjadi antar-dua negara, Luhut menyatakan angka itu merupakan angka pertumbuhan yang tergolong besar.
Lebih-lebih, kata dia, Cina masih membukukan surplus untuk hubungan dagang dengan beberapa negara di ASEAN. Sementara lawannya, yakni Amerika Serikat, malah mencatatkan defisit. Dengan begitu, Luhut mengakui Cina masih menjadi poros perdagangan raksasa.
Untuk menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih moncer seperti Cina, Luhut mengatakan pemerintah Indonesia tengah menyusun undang-undang Omnibus Law. Melalui Omnibus Law, negara akan melakukan penyederhanaan regulasi sehingga dapat mengatasi hambatan masuknya investasi.
<!--more-->
Luhut meyakini, dengan terbitnya undang-undang itu, investasi asing ke Indonesia akan lebih cepat masuk. Termasuk juga arus modal Cina.
Adapun saat ini, Cina telah menanamkan modalnya ke Indonesia untuk menggarap sejumlah proyek. Salah satunya kereta cepat Jakarta-Bandung yang pembebasan lahannya sudah hampir 100 persen. Ke depan, ia berharap Indonesia akan banyak menjalin kerja sama dengan Cina, khususnya dalam hal transformasi teknologi.
"Misalnya mengenai smelter sampai pada lithium battery. Lalu sampai pada katodanya juga, sampai pada stainless steel, karbon steel. Semua kita dapat dengan first class technology," ucapnya.
Ditemui di tempat yang sama, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengatakan saat ini Cina tercatat sebagai negara terbesar nomor enam yang menanamkan modalnya di Indonesia. "Yang nomor satu dan dua masih Singapura dan Jepang," katanya.
Senada dengan Luhut, menurut Bahlil, tren investasi Cina ke Indonesia kian membaik. Ia menyebut, dalam waktu dekat, Cina akan membantu Indonesia menggarap proyek penghiliran nikel untuk mengembangkan produksi baterai litium. Seumpama proyek tersebut terealisiasi, pertumbuhan investasi dari Cina ditengarai akan semakin moncer.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA