Edhy Prabowo Kaji Buka Ekspor Benih Lobster dengan Sistem Kuota
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 16 Desember 2019 13:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bergeming dengan penolakan sejumlah pihak soal rencana ekspor benih lobster. Ia bahkan berencana memberlakukan aturan kuota untuk ekspor benih lobster, selayaknya pernah diterapkan pada komoditas lain seperti besi dan nikel.
Pembukaan keran ekspor dengan sistem kuota ini dilakukan sembari pemerintah menyiapkan infrastruktur pembesaran lobster di dalam negeri. "Untuk membesarkan (benih lobster) sendiri kan harus dibangun infrastrukturnya. Sambil menunggu ini, kita kasih kuota sampai waktu tertentu boleh ekspor," ujar Edhy di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.
Ia mengatakan kebijakan ekspor benih lobster itu dilakukan selama Indonesia masih belum bisa membesarkannya sendiri. Sementara, untuk membesarkan lobster diperlukan infrastruktur. "Sama seperti untuk pasir besi dan nikel, awalnya boleh diekspor tapi pengusaha harus membuat refinery," tuturnya. Meski demikian rencana tersebut masih dalam taraf kajian.
Edhy bercita-cita agar Indonesia bisa membesarkan lobster sendiri. Mengingat, Indonesia adalah penghasil benur lobster terbanyak di dunia dan benih tersebut dihasilkan di banyak wilayah. "Kenapa kita tidak berpikir untuk melakukan pembesaran sendiri saja?"
Kata Edhy, Indonesia memiliki banyak tempat dari Sabang sampai Merauke untuk membesarkan benih lobster. Bahkan, ia mengatakan ada banyak teluk panjang untuk pembesaran itu layaknya di Vietnam. Adapun benih lobster paling banyak dijumpai di Lombok dan Jawa. Karena itu, ia meyakini pembesaran itu bisa dimulai, terutama dengan adanya dukungan dari pemerintah.
Di samping itu, rencana pemberian izin impor itu juga dikaji, menurut Edhy, lantaran pada saat dilarang, penyelundupan benih lobster masih marak. Adapun negara tujuan benur lobster itu beberapa waktu belakangan adalah ke Vietnam. "Yang penyelundup-penyelundup itu lewat negara tetangga, dekat-dekat Indonesia," kata dia.
Belakangan rencana Edhy itu memang menimbulkan pro kontra di masyarakat. Salah satunya muncul dari Mantan Menteri Kabinet Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang getol menyuarakan penolakan ekspor bibit lobster. Hal itu dia sampaikan melalui akun Twitternya @susipudjiastuti.
<!--more-->
Dia mengatakan lobster belum bisa di-breeding in house atau budidaya ternak. Semua bibit lobster saat ini, kata dia, berasal dari alam. "Negara lain yang punya bibit tidak mau jual bibitnya. Kecuali kita, karena bodoh," kata Susi di Twitter, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2019.
Menurut Susi, budidaya lobster di Vietnam hanya membesarkan, tidak ternak secara langsung. "Dan hanya dari Indonesia mereka bisa dapat (bibit), lewat Singapura atau yang langsung," ujarnya.
Susi mengatakan lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah hanya karena ketamakan menjual bibit. Bahkan, kata dia, ada yang menjual bibit dengan harga tidak sampai satu per seratus dari harga pasaran di luar negeri. "Astagfirullah, karunia Tuhan tidak boleh kita kufur akan nikmat dari-Nya," kata dia.
Dalam hitungan Susi, satu ekor bibit lobster mutiara dijual seharga Rp 100 ribu sampai maksimal Rp 200 ribu. Kalau sudah besar satu ekor misalnya jadi 800 gram dikalikan harganya Rp 5 juta per kilogram, maka yang satu ekor tadi jadi Rp 4 juta. Dengan begitu ada nilai keuntungan kali lipatnya.
Sebelumnya ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri juga mengecam rencana Menteri Edhy membuka opsi ekspor benih lobster. Pandangan itu ia sampaikan dalam diskusi para pakar di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Desember 2019.
"Ekspor benih lobster dulu sudah dilarang. Sekarang mau dibuka. Sudah gila apa ini," ujar Faisal disambut gelak lirih para peserta diskusi.
Menurut Faisal Basri, pembukaan kembali keran ekspor benih lobster akan berpengaruh buruk, baik terhadap iklim dagang maupun lingkungan. Ia memandang kebijakan itu bakal memberi celah mafia untuk bergerilya.
MUHAMMAD HENDARTYO | FRANCISCA CHRISTY