Edhy Prabowo Dorong Tenaga Kerja Perizinan Kelautan Kerja 24 Jam
Reporter
Antara
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 20 November 2019 14:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengakui bahwa tenaga kerja untuk mengurus terkait perizinan sektor kelautan dan perikanan masih belum memadai jumlahnya padahal hal tersebut penting untuk mengurai permasalahan ini.
"Salah satu kesulitan dalam masalah perizinan adalah kekurangan tenaga kerja atau orang yang bertugas melayani," kata Menteri Edhy dalam Rapat Kerja KKP dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Rabu, 20 November 2019.
Edhy menyatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengkaji dan menemukan bahwa jumlah tenaga yang kurang memadai itu antara lain di Batam, juga termasuk pula di DKI Jakarta.
Sedikitnya akan ada dua langkah terkait hal itu, yaitu pertama akan mencari tambahan tenaga kerja seperti tenaga kontrak, sedangkan kedua adalah menambah jam kerja. "Kami akan menambah jam kerja bisa berlaku 24 jam, karena nelayan sendiri juga bekerja selama 24 jam," kata Edhy.
Namun, untuk semua hal tersebut masih berupa opsi yang perlu dikaji lebih lanjut. Edhy juga mengutarakan harapannya agar KKP dan Kementerian Perhubungan dapat satu suara agar pemberian izin juga lebih efisien ke depannya.
Terkait soal kerja 24 jam itu, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menilai hal itu bukan solusi yang tepat. Yang lebih penting adalah niat dan komitmen pejabat terkait untuk melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diembannya.
Sebelumnya Edhy Prabowo berjanji akan memangkas perizinan di sektor perikanan, yang saat ini mencapai 14 hari, menjadi 2 hingga 3 hari saja. Pemangkasan regulasi ini dilakukan untuk memudahkan kegiatan para nelayan dalam menangkap ikan.
“Agar ongkos mereka semakin ringan,” kata Edhy dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 14 November 2019.
Selama ini, kata Edhy, lamanya proses perizinan membuat biaya yang dikeluarkan oleh nelayan maupun pengusaha perikanan menjadi mahal. Sebab, mereka juga harus menyerahkan urusan izin kepada broker, yang bekerja seperti seorang calo. Padahal, praktik ini dilarang.
ANTARA