Riset ADB: 22 Juta Penduduk RI Kelaparan Kronis, Kata Kementan?
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 8 November 2019 20:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Riset terbaru Bank Pembangunan Asia atau ADB mengungkap data bahwa 22 juta penduduk Indonesia masih menderita kelaparan kronis selama periode 2016–2018. Dalam publikasi berjudul 'Policies to Support Investment Requirements of Indonesia's Food and Agriculture Development During 2020-2045' disebutkan puluhan juta penduduk menderita kelaparan kronis meski sektor pertanian dan ekonomi mencatatkan kemajuan yang cukup signifikan.
ADB mencatat masih banyak penduduk Indonesia yang menggantungkan hidup pada pertanian tradisional. Mereka ini yang terjebak dalam aktivitas berproduktivitas rendah dengan bayaran minim.
Kebanyakan dari mereka, kata ADB, kesulitan mengakses makanan dalam jumlah cukup dan rawan menderita stunting. "Kondisi ini membuat mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan tanpa ujung. Sekitar 22 juta penduduk Indonesia menderita kelaparan selama 2016 sampai 2018,” tulis laporan tersebut.
Terlepas dari tren pertumbuhan produksi dan ketersediaan pangan serta meningkatnya pendapatan rumah tangga, kesenjangan akses pangan masih terjadi di Indonesia. Laporan ini pun menyoroti keamanan pangan yang masih menjadi masalah.
Berdasarkan laporan Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis Economist Intelligence, pada 2018 Indonesia menempati peringkat ke-68 dari 113 negara. Posisi ini lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (1), Malaysia (40), Thailand (54), dan Vietnam (62). “Capaian rendah ini banyak disebabkan tingkat akses makanan yang rendah di Indonesia.”
Permasalahan ini dinilai dapat diurai lewat sejumlah kebijakan. ADB menyebutkan Realokasi subsidi pupuk dan kebijakan peningkatan investasi pemerintah dalam penelitian pertanian, infrastruktur pedesaan, dan irigasi dapat menghapus kelaparan di Indonesia pada 2034.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi membantah hasil riset ADB tersebut. Kalaupun ada, menurut dia, adalah kondisi 88 wilayah kabupaten yang berstatus rentan rawan pangan. “Tidak ada yang namanya kelaparan," kata Agung dalam keterangan resmi, Jumat, 8 November 2019.
<!--more-->
Buktinya, kata Agung, semua orang mendapatkan makanan. "Ketersediaan pangan kita tercukupi. Kalau wilayah rentan rawan pangan memang masih ada, dan itu sedang kami lakukan pengentasannya,” ujarnya.
Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Andriko Noto Susanto menambahkan, bahwa selama tiga tahun terakhir kekurangan konsumsi pangan di Indonesia cenderung menurun.
Hal ini terlihat dari indikator prevalensi kekurangan konsumsi pangan (prevalence of undernourishment/PoU) yang dihitung oleh BPS. Dengan menggunakan pendekatan minimum dietary energy requirement (MDER), BPS mencatat selama 3 tahun terakhir 2,59 penduduk telah terentaskan dari kekurangan konsumsi pangan dari 8,93 persen pada 2016 menjadi 7,95 persen.
Jika merujuk definisi yang disepakati pada World Food Summit pada 1996, kekurangan konsumsi pangan tidak sama dengan kelaparan kronis. Kelaparan kronis didefinisikan sebagai kondisi kekurangan pangan yang dialami oleh seseorang dalam jangka waktu lama yang disebabkan oleh kemiskinan rumah tangga.
Individu yang mengalami kelaparan kronis tidak mampu memproduksi, mengakses dan memanfaatkan pangan secara permanen. Sedangkan kekurangan konsumsi pangan adalah tidak terpenuhinya asupan kalori sesuai standar yang dibutuhkan seseorang untuk hidup lebih sehat dan aktif.
Lebih lanjut Andriko mencontohkan, rata-rata kebutuhan kalori pria dewasa umur 25-29 tahun sebesar 2.675 kkal/kapita/hari, sedangkan kebutuhan kalori minimal berdasarkan MDER adalah sebesar 2.245 kkal/kapita/hari, atau 84 persen dari kebutuhan ideal.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan membuat standar kebutuhan kalori yang masuk dalam kategori rawan adalah kurang dari 70 persen dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Artinya, standar MDER yang digunakan dalam menghitung PoU masuk dalam kategori relatif aman sebagai peringatan rawan pangan dan tidak masuk dalam kategori kelaparan kronis. “Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa tidak ada yang namanya kelaparan kronis, yang ada adalah wilayah rentan rawan pangan,” tutur Andriko.
BISNIS