Mulan Jameela Terima Endorsement di Instagram, KPK: Gratifikasi

Reporter

Bisnis.com

Jumat, 18 Oktober 2019 16:37 WIB

Anggota DPR periode 2019-2024 yang juga artis, Desy Ratnasari berswafoto dengan rekan sejawatnya Mulan Jameela (kanan) sebelum pelantikan di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019. Dalam acara resmi ini, Mulan mengenakan jilbab warna peach dengan kebaya brokat. ANTARA/M Risyal Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan saran pada penyelenggara negara terkait dengan penerimaan sesuatu yang berpotensi menjadi sebuah gratifikasi.

Hal tersebut berkaca pada pengalaman artis Mulan Jameela yang masih menerima endorsement berupa tiga kacamata Gucci dan diposting di Instagram pribadinya @mulanjameela1.

Padahal, saat ini dia merupakan anggota DPR dari Gerindra yang berlawanan dengan potensi konflik kepentingan. Belakangan, postingan tersebut telah dihapus dan telah diklarifikasi.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa pemberian yang bersifat gratis seperti yang dialami Mulan Jameela bisa berpotensi menjadi pidana apabila tidak dilaporkan paling lama 30 hari kerja. Untuk itu, dia pun memberikan saran.

"(Penerimaan) seperti itu sebaiknya harus dilaporkan dulu (ke KPK). Nanti KPK akan lalukan klarifikasi dalam konteks apa pemberian tersebut, apakah dalam kaitan business to business atau apa?" kata Saut, Jumat, 18 Oktober 2019.

Advertising
Advertising

Menurut Saut, proses klarifikasi itu ada pada Direktorat Gratifikasi yang memang dibentuk khusus. Ada ancaman bagi penerima gratifikasi yang tidak dilaporkan sesuai pasal 12B.

Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya".

Dalam pasal itu, disebutkan pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Adapun ancaman sanksi pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Saut juga mencontohkan soal batasan penerimaan bagi pejabat negara agar terhindar dari ancaman pidana, yaitu dengan nilai batasan Rp 1 juta.

"Tapi, misalnya, kalau ada menteri dapat tenun tradisional yang mahal jutaan rupiah dan diberikan, misalnya, pada saat yang bersangkutan datang ke daerah itu bisa jadi bukan haknya dan bila dilaporkan ke KPK akan menjadi milik negara," kata Saut.

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya