Kabinet Jokowi Jilid II Diharapkan Pro Industri Manufaktur
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 18 Oktober 2019 07:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam kepimimpinannya di periode kedua, Presiden Joko Widodo atau Jokowi diharapkan dapat membentuk tim ekonomi yang mumpuni dalam kabinetnya. Tim yang solid itu sangat penting untuk bisa segera merevitalisasi industri nasional melalui lintas kementerian dan lembaga.
Hal tersebut diutarakan oleh Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal. Ia menilai kinerja sektor manufaktur dalam negeri pada periode pertama kepemimpinan Jokowi masih stagnan dengan ditopang oleh pasar domestik. Pada saat yang sama, terjadi penurunan daya saing ekspor dan realisasi investasi baru dalam tiga tahun terakhir.
Oleh karena itu, Faisal berharap pada masa kepemimpinan baru ini, presiden dapat memilih tim ekonomi yang kuat dengan satu paradigma. Paradigma yang dimaksud adalah fokus pada pengembangan sektor manufaktur nasional yang akan menjadi penyokong utama pertumbuhan ekonomi.
Faisal menilai hal itu tak hanya ditunjukkan dengan memilih menteri perindustrian yang cakap. "Tetapi memilih orang yang tepat untuk seluruh tim ekonomi dengan visi sama bahwa manufaktur harus menjadi main driver untuk pertumbuhan ekonomi," ujarnya, Kamis, 17 Oktober 2019.
Pemerintah, menurut Faisal, juga harus kembali merumuskan kebijakan untuk revitalisasi sektor manufaktur dengan peta jalan yang jelas. Dengan demikian, pelaku usaha dan investor bisa terlibat dalam pengembangan industri nasional.
Saat ini pemerintah sudah memiliki Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015 - 2035 yang didukung dengan peta jalan Making Indonesia 4.0. Dengan revolusi industri 4.0 itu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menetapkan 5 sektor manufaktur yang akan diutamakan pengembangannya dan menjadi percontohan, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, dan kimia.
<!--more-->
Sayangnya, menurut Faisal, peta jalan dan rencana jangka panjang itu masih kurang fokus pada sektor prioritas. Padahal, katanya, butuh sinkronisasi lintas kementerian/lembaga untuk memacu sektor manufaktur. "Itu harus menjadi acuan tidak hanya untuk Kemenperin, tetapi juga semua jajaran kabinet, lintas kementerian," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta memperkirakan kabinet baru Joko Widodo-Ma'ruf Amin akan lebih berpihak kepada sektor riil. "Khususnya ke level mikro, mungkin (kebijakan) akan lebih terasa nyata," kata Arif.
Pasalnya, kata Arif, latar belakang profesi Ma'ruf Amin yakni ulama diperkirakan bakal lebih menyasar sektor usaha mikro, kecil dan menengah sebagai bentuk ekonomi ummat. "Ini tentu beda dengan Jusuf Kalla yang dari dunia usaha. Tapi kembali lagi, spirit yang dibangun tentu juga akan menyasar yang besar dan kecil," ucapnya.
Adapun ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menyarankan agar kementerian sektoral bisa dipegang kalangan profesional. "Kementerian sektoral seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN, harusnya diisi sosok profesional," katanya.
Meski begitu, tidak berarti kalangan profesional tidak boleh berasal dari partai politik. Pasalnya, kata dia, lebih banyak kalangan partai politik yang masuk pemerintahan akan semakin baik untuk menjaga stabilitas politik.
"Tapi bagaimana kemudian sosok-sosok itu bisa diterima pasar. Semoga saja dimunculkan sosok profesional karena investor akan melihat itu. Kalau investor nyaman, mereka bisa investasi," kata Fithra.
BISNIS | ANTARA