(kiri ke kanan) Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri, Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Yati Kurniati, Direktur Eksekutif INDEF Enny S. Hartati, dan Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Schneider Siahaan dalam diskusi Iluni UI di Kampus Salemba UI, Jakarta Pusat, 3 April 2018. TEMPO/Lani Diana
TEMPO.CO, Jakarta - Seratus ekonom Indonesia melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Kamis, 16 Oktober 2019. Surat itu mendesak Jokowi segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perpu KPK.
Dalam surat tersebut, para ahli menyampaikan berbagai pandangan tentang dampak pelemahan Komisi KPK bagi kondisi perekonomian. Menurut para ekonom, Rancangan Undang-undang KPK yang disahkan oleh DPR baru-baru ini tampak lebih buruk ketimbang Undang-undang KPK Tahun 2002. Ekonom menilai beleid anyar tentang KPK telah melemahkan fungsi penindakan KPK dan membuat lembaga antirasuah tidak lagi independen.
"Dampak pelemahan ini akan meningkatkan korupsi di Indonesia dan menurunkan kredibilitas KPK dalam melaksanakan program-program pencegahan sehingga mengancam efektivitas program pencegahan korupsi," tulis para ekonom dalam surat terbuka itu.
Para ekonom lalu menyebutkan bahaya laten korupsi terhadap kondisi perekonomian negara. Di antaranya menghambat investasi dan mengganggu kemudahan berinvestasi. Kemudian, korupsi akan memperburuk ketimpangan pendapatan.
Selanjutnya, tindakan rasuah bakal melemahkan pemerintahan dalam wujud pelemahan kapasitas fiskal dan kapasitas legal. Terakhir, korupsi bakal menciptakan instabilitas ekonomi makro karena utang eksternal cenderung lebih tinggi daripada penanaman modal asing.
Ekonom pun menilai argumen sejumlah tokoh yang menyatakan penindakan korupsi menghambat investasi tidak didukung oleh hasil kajian empiris. Pernyataan tersebut pun dinilai tidak relevan.
Dalam surat itu ekonom menulis bahwa hasil telaah mereka menunjukkan korupsi akan mengancam pencapaian visi pembangunan nasional. Sebab, korupsi berdampak buruk bagi pembangunan infrastruktur, menghambat pembangunan sumber daya manusia.
Tindak korupsi juga akan membebani APBN dan menyuburkan praktik aktivitas ilegal atau shadow economy. Ekonom mencatat, pencapaian tujuh agenda pembangunan dalam rencana pembangunan jangka menengah 2020-2024 terancam akibat pelemahan KPK.
Temuan lain menyebutkan, dampak pelemahan KPK ternyata tidak banyak membebani KPK. Namun membebani Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, dan masyarakat. "Didasarkan pada hasil telaah literatur tersebut, kami para ekonom yang bertandatangan di bawah ini mendukung Bapak Presiden melanjutkan komitmen meneruskan amanah reformasi untuk mencapai tujuan kemerdekaan," tulis layang itu.
Nama-nama ekonom yang mengirimkan surat terbuka itu di antaranya adalah Direktur Riset Center of Reform on Economy (Core) Pitter Abdulah, ekonom senior Faisal Basri, dan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati.