IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Keempat Kalinya Karena ...

Rabu, 16 Oktober 2019 16:23 WIB

Ilustrasi perang dagang Amerika Serikat dan Cina. Businessturkeytoday.com/

TEMPO.CO, Jakarta - International Monetary Fund kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global, untuk keempat kalinya menjadi, 3 persen untuk tahun ini. April lalu, IMF sempat memproyeksikan ekonomi global tumbuh 3,2 persen.

Sementara itu, pertumbuhan global pada 2020 diproyeksikan mengalami sedikit peningkatan menjadi 3,4 persen, direvisi turun 0,2 persen dari proyeksi April. Namun pemulihan ini tidak berdampak luas.

Menurut laporan yang dirilis pada Selasa 15 Oktober 2019, IMF mengungkapkan bahwa ekonomi global kini tengah berada dalam penurunan yang tersinkronisasi dan diperkirakan akan bergerak pada laju yang paling lambat sejak krisis keuangan global terakhir.

Penasihat Ekonomi IMF Gita Gopinath menyampaikan pertumbuhan untuk 2019 dan tahun depan berada jauh di bawah capaian pada 2017 yakni sebesar 3,8 persen, di mana ekonomi dunia secara serentak menguat.

"Pertumbuhan yang lamban pada 2019 sebagian besar disebabkan oleh pelemahan yang menyebar luas khususnya pada sektor manufaktur dan perdagangan global," tulis laporan tersebut, seperti dikutip Bisnis.com, Rabu 16 Oktober 2019.

Advertising
Advertising

Dia menuturkan bahwa risiko terhadap prospek pertumbuhan mengalami peningkatan.

Beberapa faktor menjadi penyebab perlambatan antara lain tarif yang lebih tinggi serta ketidakpastian yang berkepanjangan terkait kebijakan dagang telah melemahkan investasi dan permintaan barang modal yang menjadi komoditas utama perdagangan.

<!--more-->

Berbeda dengan manufaktur dan perdagangan yang lemah, sektor jasa di sebagian besar ekonomi dunia terus bertahan dan menopang pasar tenaga kerja tetap kuat serta mendukung pertumbuhan yang sehat di negara maju.

Perbedaan yang signifikan antara sektor manufaktur dan jasa untuk waktu yang lama menimbulkan kekhawatiran terkait risiko pelemahan dapat meluas ke sektor jasa.

Menurut IMF, penting untuk diingat bahwa pertumbuhan ekonomi dunia yang melemah diikuti dengan kebijakan moneter yang longgar baik di pasar ekonomi maju maupun berkembang.

Tekanan inflasi yang jinak telah mendorong bank-bank sentral utama bergerak lebih awal untuk mengurangi risiko penurunan pertumbuhan dan untuk mencegah penambatan ekspektasi inflasi, yang pada akhirnya mendukung kondisi ekonomi yang lebih kuat.

Inflasi yang rendah di negara maju dapat menjadi masalah yang mengakar dan membatasi ruang kebijakan moneter pada masa depan, membatasi efektivitasnya.

"Kebijakan moneter tidak mungkin menjadi satu-satunya andalan, harus ada dukungan fiskal di mana ruang geraknya tersedia dan kebijakan belum terlalu ekspansif," kata Gopinath.

Ekspansi pada ekonomi maju terus melambat. Di Amerika Serikat, ketidakpastian terkait perdagangan memiliki efek negatif pada investasi, tetapi lapangan kerja dan konsumsi terus kuat, didukung juga oleh stimulus kebijakan.

Sementara itu, di zona euro tingkat pertumbuhan telah diturunkan karena ekspor yang lemah, sedangkan ketidakpastian terkait Brexit terus melemahkan pertumbuhan di Inggris.

Beberapa revisi penurunan terbesar untuk pertumbuhan terlihat pada ekonomi maju di Asia, termasuk Hong Kong, Korea, dan Singapura, akibat paparan mereka terhadap perlambatan pertumbuhan di China dan dampak dari ketegangan perdagangan AS-China.

"Pertumbuhan pada 2019 telah direvisi turun di semua pasar berkembang besar dan ekonomi berkembang, sebagian terkait dengan ketidakpastian perdagangan dan kebijakan dalam negeri," kata Gopinath.

Sementara itu, pelonggaran moneter telah mendukung pertumbuhan, pemerintah dan otoritas diminta untuk tetap memastikan bahwa risiko finansial tidak meningkat.

Pembuat kebijakan harus secara bersamaan melakukan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, ketahanan, dan kesetaraan ekonomi.

Dengan perlambatan yang tersinkronisasi serta peluang pemulihan yang tidak pasti, prospek global tetap penuh risiko.

"Dengan proyeksi pertumbuhan 3 persen, tidak ada ruang untuk kebijakan yang salah dan pembuat kebijakan perlu bekerja secara kooperatif untuk menguragi ketegangan perdagangan dan geopolitik," tulis laporan tersebut.

Berita terkait

Bandara AH Nasution Sumut Senilai Rp 434,5 Miliar Rampung Dibangun, Menhub: Bisa Tingkatkan Ekonomi Daerah

16 jam lalu

Bandara AH Nasution Sumut Senilai Rp 434,5 Miliar Rampung Dibangun, Menhub: Bisa Tingkatkan Ekonomi Daerah

Proyek pembangunan bandara AH Nasution ini mulai dibangun pada 2020 dengan anggaran sebesar Rp 434,5 miliar.

Baca Selengkapnya

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

1 hari lalu

Tak Hanya India, Jepang Juga Kecewa Atas Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Pemerintah Jepang menanggapi komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi di Cina, India dan Jepang.

Baca Selengkapnya

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

1 hari lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

LPEM FEB UI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Pertama 5,15 Persen

1 hari lalu

LPEM FEB UI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal Pertama 5,15 Persen

Pemilu dan beberapa periode libur panjang seperti lebaran berpotensi mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2024.

Baca Selengkapnya

17 Bandara Internasional Dipangkas, Bagaimana Dampaknya ke Pertumbuhan Ekonomi Daerah?

2 hari lalu

17 Bandara Internasional Dipangkas, Bagaimana Dampaknya ke Pertumbuhan Ekonomi Daerah?

Direktur Utama InJourney Airports, Faik Fahmi mengatakan pemangkasan jumlah bandara internasional tidak bepengaruh signifikan ke ekonomi daerah.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

2 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

4 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

5 hari lalu

Sri Mulyani Temui Wapres, Bahas Mitigasi Dampak Geopolitik Timur Tengah

Menteri Keuangan Sri Mulyani menemui Wakil Presiden Maruf Amin untuk melaporkan hasil pertemuan IMF-World Bank Spring Meeting dan G20 yang saya hadiri di Washington DC. pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Sri Mulyani pun membahas mitigasi dampak geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

6 hari lalu

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara besarnya tantangan Indonesia di bidang tenaga kerja, khususnya dalam hal penciptaan lapangan kerja.

Baca Selengkapnya

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

7 hari lalu

BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini

BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.

Baca Selengkapnya