Krisis Keuangan, PBB Pangkas Jumlah Karyawan dan Hemat Listrik
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Senin, 14 Oktober 2019 07:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB mengambil sejumlah langkah penghematan untuk menyiasati pengetatan keuangan paling parah dalam beberapa tahun terakhir yang dihadapi oleh organisasi global tersebut. Hal ini diumumkan oleh penyusun anggaran PBB pada Jumat pekan lalu.
Sejumlah langkah itu meliputi peniadaan perekrutan baru tenaga kerja, pertemuan di luar jam kerja atau perhelatan acara hingga larut malam di kantor pusat PBB, New York. Selain itu, tidak ada lagi perjalanan opsional. Bahkan, tidak ada anggaran untuk perabotan baru atau pergantian komputer, kecuali memang kebutuhan yang mendesak.
Dilansir melalui The New York Times, penggunaan penghangat dan pendingin ruangan akan dibatasi pada pukul 18:00 dan 8:00. Pembatasan ini diperkirakan akan menyebabkan keterlambatan pengerjaan dokumen, lebih sedikit tulisan dalam versi terjemahan, dan tidak ada lagi barang gratisan, seperti air mineral, selama konferensi.
Bahkan, pada gedung sekretariat bertingkat 39 ini, sejumlah eskalator dan air mancur yang ada di luar gedung tidak lagi beroperasi. PBB selama ini bekerja dengan dana keanggotaan yang ditagih kepada 193 negara anggota setiap tahun.
"Ini bukan krisis anggaran, melainkan krisis cashflow. PBB bergantung pada kedispilinan negara anggota dalam memenuhi kewajiban mereka," ujar sekretaris jenderal untuk urusan strategi manajemen, kebijakan dan kepatuhan, Catherine Pollard dalam konferensi pers, dikutip melalui The New York Times, Ahad, 13 Oktober 2019.
<!--more-->
Hal ini disampaikan Pollard sehari setelah Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengirimkan surat kepada seluruh kepala bagian, kantor dan misi politik khusus mengenai keseriusan masalah ini. Dalam surat tersebut, dia menyampaikan aturan penghematan mulai berlaku pada Senin hari ini dan akan mempengaruhi kegiatan bekerja dan operasional sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Anggaran PBB tercatat sebesar US$ 2,87 miliar untuk 2020, dengan saldo US$ 1,3 miliar yang masih terhutang untuk anggaran tahun ini. Saat Guterres menyampaikan anggaran tersebut, dia menyebutnya sebagai krisis keuangan yang parah dan memperingatkan bahwa PBB kemungkinan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan payroll dan tagihannya, kecuali uang yang belum dibayarkan segera diterima.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump, yang sering meremehkan PBB dan mengeluhkan jumlah uang yang harus dibayarkan AS, tidak menyatakan simpati terhadap pengumuman dari Guterres. "Buat semua negara anggota membayar, bukan hanya Amerika Serikat!" katanya melalui Twitter.
Amerika Serikat adalah donor tunggal terbesar untuk PBB, memasok sekitar 22 persen dari anggaran regulernya dan 28 persen dari anggaran yang dihitung secara terpisah untuk operasi penjagaan perdamaian. Amerika Serikat juga merupakan debitor terbesar organisasi internasional tersebut.
BISNIS