Nilai Bitcoin Jeblok 30 Persen Sejak Awal Tahun
Reporter
Bisnis.com
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 12 Oktober 2019 16:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai Bitcoin tercatat telah mengalami pelemahan hingga 30 persen sejak awal tahun. Walhasil, mata uang digital terbesar di dunia itu kehilangan momentumnya sebagai acuan pergerakan harga mata uang kripto lainnya.
Beberapa penyebab di antaranya adalah JPMorgan Chase & Co. yang menunjuk kontrak berjangka baru dari Intercontinental Exchange Inc. dan pelepasan posisi beli Bitcoin. Sedangkan, alasan lainnya adalah adanya penumpukan sinyal bearish sejak awal musim panas.
Berdasarkan laporan Indexica tertanggal 1 Agustus – 1 Oktober 2019, Bitcoin sudah mengalami pelemahan tajam dan kehilangan kemampuannya untuk dikatakan sebagai mata uang dalam ekosistem mata uang kripto yang terus berkembang.
Menurut data terakhir, harga Bitcoin selalu bergerak karena keharusan untuk berkompetisi dengan mata uang digital lainnya. Adanya kerja sama seperti yang dilakukan Mastercard dengan R3 untuk pembiayaan menggunakan mata uang digital salah satunya, sempat memberikan dorongan pada harga mata uang kripto.
CEO Indexica Zak Selbert mengatakan bahwa Bitcoin sangat sensitif pada perkembangan kompetitor baru. Dalam perkembangan terbaru, Indexica menemukan bahwa masih adanya Bitcoin karena mata uang itu paling sering disebut dan bahkan menjadi simbol tersendiri bagi mata uang kripto.
<!--more-->
“Bitcoin sekarang seperti anak yang sudah beranjak dewasa, pengaruh dari mana saja bisa mempengaruhi harganya, jadi labil. Bitcoin seperti ‘anak baru’ di dunia finansial yang sudah benar-benar rumit dan matang,” kata Selbert, seperti dilansir Bloomberg, Sabtu, 12 Oktober 2019.
Sebelumnya fluktuasi nilai Bitcoin sudah diingatkan sejumlah pihak sejak beberapa tahun lalu. Lonjakan nilai Bitcoin sejak pertama diluncurkan pada 2011 hanya US$ 1 per keping menjadi kisaran US$ 15 ribu per keping saat ini mulai mengkhawatirkan sebagian pihak karena diprediksi bakal berisiko bubble.
Lonjakan harga Bitcoin ini salah satunya disebabkan investor skala besar yang ingin berspekulasi. Saat permintaan tinggi, nilai mata uang virtual ini meningkat dan berisiko bubble. Bubble atau gelembung merupakan kondisi saat nilai investasi menjadi tinggi secara tidak wajar.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adinegara mengatakan kondisi bubble dari nilai Bitcoin perlu diwaspadai. "Untuk memastikan bubble perlu dianalisis secara komprehensif perbandingan harga antara Bitcoin dengan mata uang digitalnya," kata dia saat dihubungi Tempo, Ahad, 24 Desember 2017.
BISNIS | VINDRY FLORENTIN