BPJS Watch Sebut Beleid Anyar akan Sia-Sia

Rabu, 9 Oktober 2019 15:33 WIB

Ilustrasi BPJS Kesehatan. Dok.TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Upaya pemerintah merancang regulasi bagi penunggak iuran program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN menuai kritik. Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar berpendapat langkah pemerintah membentuk beleid anyar akan sia-sia.

"Saat ini pemerintah mau buat inpres (instruksi presiden) atau instrumen lainnya. Menurut saya buat apa, kan sudah ada instrumennya. Tinggal dijalankan saja," ujar Timboel saat dihubungi Tempo pada Rabu, 8 Oktober 2019.

Timboel mengatakan pemerintah sebelumnya telah memiliki aturan yang menaungi pemberian sanksi bagi peserta JKN yang bermasalah. Aturan itu tertuang dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

Pasal itu menyebutkan bahwa sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu dapat dikenakan kepada setiap orang selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran. Subjek yang dimaksud ialah yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program jaminan sosial.

Adapun pelayanan publik yang dimaksud ialah pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB), surat izin mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan surat tanda nomor kendaraan (STNK). Menukil dari pasal yang sama, sanksi tersebut dapat diberikan oleh unit pelayanan publik instansi pemerintah, pemerintah daerah, provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

Di sisi lain, Timboel mengimbuhkan bahwa pemerintah juga memiliki Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013, pemerintah juga memiliki Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2003. Di dalam beleid itu, pemerintah mewajibkan seluruh badan usaha mendaftarkan dan membayarkan iuran pekerjanya ke BPJS Kesehatan.

"Kalau tidak maka akan kena PP Nomor 86 Tahun 2013, yaitu tidak dapat layanan publik seperti IMB, dan lain-lain," ujarnya.

Namun, menurut dia, dua aturan itu belum bekerja maksimal. Sebab, instrumen penegakan hukum yang ada saat ini belum dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah. Utamanya, kata dia, oleh pemerintah daerah atau lembaga yang menjalankan pelayanan umum.

Timboel menyarankan, sebaiknya pemerintah berfokus pada aturan yang telah diterbitkan seraya memperbaiki sistem layanan BPJS Kesehatan. "Saya mendukung adanya sanksi tidak dapat layanan publik, tapi sebelumnya yang terpenting BPJS kesehatan meningkatkan pelayanannya sehingga masyarakat tergugah untuk disiplin membayar iuran," ucapnya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris sebelumnya mengatakan pemerintah sedang merumuskan sanksi bagi penunggak iuran JKN. Sanksi itu akan diatur dalam inpres yang mini tengah digodok di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau PMK.

"Soal sanksi, kami sedang siapkan proses teknis selanjutnya yang diatur dalam Inpres. Penyusunan ini dikoordinasikan oleh Kemenko PMK," ujar Fachmi di kantor Kementerian Konunikasi dan Informatika, Senin, 7 Oktober 2019 lalu.

Menurut Fachmi, peserta yang terdata menunggak iuran akan memperoleh kesulitan dalam berbagai proses pengurusan administrasi. Di antaranya memperpanjang surat izin mengemudi atau SIM dan paspor. Dari sisi perbankan, peserta juga akan terhambat saat mengajukan kredit.

Kepala Pusat Pemberdayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani mengatakan pemerintah sedang menyiapkan bauran kebijakan yang ditengarai akan berdampak bagi keberlangsungan operasional BPJS Kesehatan. Selain Inpres, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan pun menerbitkan beleid yang mengatur review kelas bagi peserta untuk meningkatkan kualitas layanan.

"Kami juga sedang menyiapkan peraturan untuk perbaikan sistem manajemen, administrasi klaimnya. Terus ada sistem rujukan, ada juga strategyc purchasing, ada pencegahan fraud, ada sinergisme dengan badan penyelenggara lainnya," tutur Kalsum dari Kementerian Kesehatan.


Berita terkait

Terkini: Jokowi Sampai Pimpin Rapat Khusus Sebelum Revisi Permendag 36/2023 Terbit, Pabrik Smelter Nikel Meledak Lagi Kali Ini Milik PT KFI

20 jam lalu

Terkini: Jokowi Sampai Pimpin Rapat Khusus Sebelum Revisi Permendag 36/2023 Terbit, Pabrik Smelter Nikel Meledak Lagi Kali Ini Milik PT KFI

Presiden Jokowi sampai memimpin rapat khusus sebelum diterbitkannya revisi ketiga Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag 36/2023.

Baca Selengkapnya

Bos BPJS Kesehatan soal Penerapan Perbedaan Kelas Saat Ini: Mau-maunya Rumah Sakit Sendiri

1 hari lalu

Bos BPJS Kesehatan soal Penerapan Perbedaan Kelas Saat Ini: Mau-maunya Rumah Sakit Sendiri

Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan empat pengertian dari KRIS yang masih dibahas bersama dengan DPR dan lembaga terkait.

Baca Selengkapnya

Dirut BPJS Kesehatan Rilis Buku Terbaru

1 hari lalu

Dirut BPJS Kesehatan Rilis Buku Terbaru

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti meluncurkan dua buah buku. Yang pertama berjudul "Roso Telo Dadi Duren, Biyen Gelo Saiki Keren: Catatan 10 Tahun Perjalanan BPJS Kesehatan", Jumat, 17 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Aturan Baru KRIS, DJSN: Iuran BPJS Kesehatan Tidak Akan Sama, yang Kaya Tetap Bantu yang Miskin

1 hari lalu

Aturan Baru KRIS, DJSN: Iuran BPJS Kesehatan Tidak Akan Sama, yang Kaya Tetap Bantu yang Miskin

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Agus Suprapto menyatakan pihaknya masih membahas soal besaran iuran untuk peserta BPJS Kesehatan.

Baca Selengkapnya

Penghapusan Kelas Rawat Inap, BPJS Kesehatan akan Gandeng Asuransi Swasta

1 hari lalu

Penghapusan Kelas Rawat Inap, BPJS Kesehatan akan Gandeng Asuransi Swasta

Pembagian kelas rawat inap peserta BPJS Kesehatan dihapus. BPJS Kesehatan membuka kemungkinan kerja sama dengan asuransi swasta.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Penyaluran Avtur Penerbangan Haji Meningkat hingga Kriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap

1 hari lalu

Terkini Bisnis: Penyaluran Avtur Penerbangan Haji Meningkat hingga Kriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap

PT Pertamina Patra Niaga memproyeksikan penyaluran avtur untuk penerbangan haji 2024 mencapai 100 ribu kilo liter (KL).

Baca Selengkapnya

Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan Diubah Menjadi KRIS, Ketahui 12 Kriteria Layanannya

1 hari lalu

Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan Diubah Menjadi KRIS, Ketahui 12 Kriteria Layanannya

Jokowi ubah sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan menjadi KRIS. Beriku 12 kriteria layanan KRIS dan 4 layanan ini yang tidak berlaku untuk KRIS.

Baca Selengkapnya

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

1 hari lalu

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

Sistem kelas 1-3 BPJS Kesehatan diganti jadi Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS yang mulai berlaku Juni 2025.

Baca Selengkapnya

Apa Itu Sistem KRIS yang Bakal Menggantikan Kelas BPJS Kesehatan?

2 hari lalu

Apa Itu Sistem KRIS yang Bakal Menggantikan Kelas BPJS Kesehatan?

KRIS merupakan sistem baru dalam mengatur rawat inap yang melayani pengguna BPJS Kesehatan.

Baca Selengkapnya

Perbedaan Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang Bakal Diganti dengan KRIS

2 hari lalu

Perbedaan Sistem Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan yang Bakal Diganti dengan KRIS

Jokowi resmi mengganti sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan dengan sistem kelas rawat inap standar (KRIS). Apa perbedaannya?

Baca Selengkapnya