2025, Menteri Rudiantara Yakin Ekonomi Digital Tembus Rp 1.862 T
Reporter
Andi Ibnu
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Rabu, 9 Oktober 2019 06:18 WIB
TEMPO.CO, JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan investasi ekonomi digital bakal moncer. Dia optimistis angka prediksi yang dikeluarkan oleh Google, Temasek, dan Bain & Company berjudul “e-Conomy SEA 2019” menyebut bahwa ekonomi digital di Indonesia bisa tembus USD 133 miliar atau Rp 1.862 triliun di tahun 2025 akan tercapai.
“Sejak awal kan saya sudah prediksi segitu, Google baru revisi saja sekarang,” katanya ketika ditemui di kantornya, Selasa 8 Oktober 2019.
Menurutnya, pasar di Indonesia merupakan pasar yang besar. Bahkan dia tak menampik tanpa banyak campur tangan dari pemerintah, segala aktivitas start-up tumbuh dengan sendirinya. “Beda dengan telekomunikasi yang banyak aturan, di start-up aturan sangat sedikit sekali,” ujarnya. Dia mengklaim Gojek, Traveloka, Tokopedia, Bukalapak, hingga terakhir OVO yang bisa menjadi unicorn adalah buktinya.
Melansir riset tersebut, sepanjang tahun ini kapasitas ekonomi digital di Indonesia akan menyentuh US$ 40 miliar. Angka tersebut bertumbuh dari angka prediksi tahun lalu sebesar US$ 27 miliar. Ada empat subkategori ekonomi digital yakni e-commerce, online travel, online media, dan ride hailling. Sektor e-commerce masih menjadi sektor yang paling moncer dengan prediksi angka US$ 21 miliar atau tumbuh dari US$ 12,2 miliar.
Sektor ride hailling naik di podium kedua dengan pertumbuhan US$ 2,3 miliar dari US$ 3,7 miliar pada tahun lalu menjadi US$ 6 miliar tahun ini.
Untuk segmen online media naik dari US$ 2,7 miliar menjadi US$ 4 miliar. Adapun online travel menjadi sektor yang pertumbuhannya paling kecil dari US$ 8,6 miliar tahun lalu menjadi US$ 10 miliar.
Rudiantara tak menampik pemerataan penetrasi internet di Tanah Air jadi penghalang pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Dia merujuk pada Thailand yang meski pengguna internetnya cuma 47 juta, namun ekonomi digitalnya bisa memberi sumbangan pada produk domestik bruto negara lebih tinggi dari Indonesia lantaran penetrasi internet yang hampir absolut. “Makanya pemerintah bikin palapa ring, dan bikin dua satelit,” katanya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong mengatakan kondisi ekonomi global memang sedang tidak mendukung investasi. Pun, kondisi politik Indonesia yang belakangan ini sedang tidak bagus. “Wajar jika ada kekhawatiran, tapi kami jamin pemerintah sedang mempersiapkan kebijakan yang mendukung investasi termasuk di dunia digital,” kata Thomas.
Joint Head, Investment Group Temasek Rohit Sipahimalani mengatakan, tren investasi digital tahun ini menurun hingga 17 persen. Namun kata dia investasi di Asia Tenggara tetap bertumbuh. “Meski hanya tumbuh sedikit, ini menandakan iklim dan potensi yang sehat,” ujarnya Senin lalu. Hingga semester I 2019 investasi ekonomi digital ada di angka US$ 7,6 miliar, tumbuh US$ 7,1 miliar. Indonesia sendiri, katanya, menyerap US$ 1,8 miliar dari jumlah tersebut.
Co-founder East Ventures Wilson Cuaca mengatakan potensi ekonomi digital di Indonesia tak bisa diragukan lagi. Dia mengatakan 10 tahun usai mendirikan ventura kapital sendiri, dari total investasi US$ 4 miliar diperuntukkan untuk mendukung puluhan start-up di Indonesia. “Ada beberapa juga yang kami “exit”kan, dengan imbal balik investasi 100 kali lipat lebih,” ujarnya.
<!--more-->
Bos besar Sinar Mas Franky Widjaja mengatakan kue investasi digital ekonomi sangat besar. “1+1 kan biasanya dua, dalam hal ini 1+1+1 bisa menjadi 111,” kata Franky. Managing Director Plug & Play Indonesia Wesley Harjono mengatakan potensi investasi ekonomi digital di Indonesia makin besar. Sebab, makin ke sini, makin banyak konglomerat dan perusahaan besar yang mulai menyadari potensi dunia digital. Tiga tahun terakhir ekosistem lembaga akselerator asal Amerika Serikat ini sudah menggandeng Astra International, BNI, BUMA, Sequis Life, Bank BTN, GGF dan Sinarmas sebagai mitra.