Ekonom: El Nino Penyebab Kekeringan Diprediksi Tak Picu Inflasi

Rabu, 2 Oktober 2019 07:57 WIB

Hamparan sawah menguning saat panen padi di daerah terdampak genangan Waduk Jatigede, Desa Cibogo, Darmaraja, Sumedang, Jawa Barat, 7 Agustus 2015. Kemarau panjang akibat dampak El Nino diprediksikan bakal mempengaruhi stok beras di masa paceklik di awal tahun depan. Idealnya Bulog memiliki stok 2,5 juta ton beras pada akhir tahun. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom DBS Indonesia Masyita Crystallin memperkirakan fenomena alam El-Nino yang berpotensi menyebabkan kekeringan di berbagai daerah tak meningkatkan risiko tekanan inflasi hingga akhir 2019.

Masyita menyebutkan, hingga September 2019, inflasi dari kelompok makanan--kelompok yang paling rentan terhadap pengaruh cuaca--tetap rendah. Selain itu, faktor-faktor tekanan inflasi lainnya, seperti harga emas telah berkurang dibanding Agustus 2019, dan pengaruh harga bahan bakar minyak netral.

"Mengingat inflasi makanan tipis, meskipun ada El Nino dan harga eceran bahan bakar dalam negeri tetap, inflasi kemungkinan tetap di bawah sasaran menengah BI, di angka 3,5 persen," kata Masyita di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019.

Inflasi di dalam negeri yang berada di bawah titik tengah sasaran bank sentral itu, menurut dia, memberi ruang untuk Indonesia dalam melonggarkan kembali kebijakan moneter ataupun makroprudensial yang lebih agresif dibanding yang sudah ditempuh. BI sejak awal Januari 2019 hingga September 2019 memangkas suku bunga acuan kebijakan moneter sebesar 0,75 persen menjadi 5,25 persen tahun ini.

"Inflasi yang stabil menjelang akhir 2019 menyediakan ruang bagi BI seandainya harus melakukan pelonggaran keuangan lebih agresif saat momentum pertumbuhan melambat," kata Masyita.

Advertising
Advertising

<!--more-->

Adapun riset dari bank terkemuka dunia yang berinduk usaha di Singapura itu memproyeksikan BI akan kembali memangkas sekali lagi suku bunga acuannya pada kuartal IV 2019 sebesar 0,25 persen menjadi lima persen.

Kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan penurunan sejumlah harga bahan makanan memicu terjadinya deflasi pada September 2019 yang sebesar 0,27 persen. "Deflasi terjadi karena penurunan harga bumbu-bumbuan serta daging ayam ras dan telur ayam ras," kata Kepala BPS Suhariyanto.

BPS mencatat harga cabai merah mengalami penurunan cukup tajam dalam periode ini dengan memberikan andil terhadap deflasi sebesar 0,19 persen. Selain itu, harga bawang merah juga mengalami penurunan dengan memberikan andil 0,07 persen disusul daging ayam ras 0,05 persen, cabai rawit 0,03 persen dan telur ayam ras 0,02 persen.

Dengan demikian, kelompok bahan makanan secara keseluruhan memberikan sumbangan terhadap deflasi sebesar 1,97 persen. Namun, kelompok pengeluaran lainnya masih menyumbang inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang 0,72 persen karena kenaikan harga emas perhiasan.

"Harga emas perhiasan yang sedang booming memberikan andil inflasi 0,04 persen. Kenaikan harga emas terjadi di 78 kota IHK, kenaikan tertinggi di Cirebon 10 persen dan Surakarta 9 persen," ujar Suhariyanto.

ANTARA

Berita terkait

BI: Inflasi di Jawa Tengah Turun setelah Idul Fitri, Berapa?

1 hari lalu

BI: Inflasi di Jawa Tengah Turun setelah Idul Fitri, Berapa?

Daerah dengan catatan inflasi terendah di Jawa Tengah adalah Kabupaten Rembang yaitu 0,02 persen.

Baca Selengkapnya

Banjir Rendam Selatan Brasil, 39 Orang Tewas dan 68 Lainnya Hilang

1 hari lalu

Banjir Rendam Selatan Brasil, 39 Orang Tewas dan 68 Lainnya Hilang

Sebanyak 39 orang tewas dan 68 lainnya belum ditemukan akibat hujan lebat dan banjir yang melanda Rio Grande do Sul, Brasil.

Baca Selengkapnya

LPEM UI Sebut Tiga Sumber Inflasi, Rupiah sampai Konflik Iran-Israel

1 hari lalu

LPEM UI Sebut Tiga Sumber Inflasi, Rupiah sampai Konflik Iran-Israel

Inflasi April 2024 sebesar 3 persen secara year on year.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

2 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

2 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Mentan Amran Genjot Produksi di NTB Melalui Pompanisasi

2 hari lalu

Mentan Amran Genjot Produksi di NTB Melalui Pompanisasi

Kekeringan El Nino sudah overlap dan harus waspada.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

2 hari lalu

Rupiah Menguat di Angka Rp 16.088

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di angka Rp 16.088 pada perdagangan akhir pekan ini.

Baca Selengkapnya

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

2 hari lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

3 hari lalu

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

3 hari lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya