Pemblokiran Internet Bikin Pemesanan Hotel Papua Turun 40 Persen
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Kamis, 29 Agustus 2019 12:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia (DPD PHRI) Papua Syahril Hasan mengatakan pemblokiran internet sangat berdampak kepada bisnis perhotelan di Papua dan Papua Barat. Khususnya, bagi tamu-tamu yang kerap memesan kamar melalui aplikasi online.
"Penurunannya sekitar 40 persen dari normal," ujar dia dalam pesan singkat kepada Tempo, Kamis, 29 Agustus 2019.
Sejak 21 Agustus 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir layanan data Internet di Papua dan Papua Barat. Pemblokiran internet dilakukan menyusul kerusuhan yang terjadi karena aksi demonstrasi di Papua dan Papua Barat.
Syahril berujar kebijakan pemutusan akses internet sangat berdampak kepada aktivitas-aktivitas bisnis yang berhubungan dengan data. "Itu semua mengalami pelambatan," tuturnya.
Meski demikian, ia mengatakan akses internet itu tidak lumpuh total. Jaringan itu masih bisa diakses oleh masyarakat yang berlangganan, atau hotel-hotel berbintang. Selain karena pemutusan akses internet, Syahril menuturkan dunia usaha di Papua terimbas langsung oleh aksi-aksi demonstrasi massa, khususnya di Jayapura dan kota lainnya. "Semoga ke depan Papua cepat kondusif," kata Syahril.
Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan menerima banyak protes dari kalangan pengusaha terkait pembatasan akses internet di sana. Ia hanya bisa pasrah dengan kebijakan pemerintah pusat ini.
"Banyak keluhan. Makanya kami harap semua sisi informasi bisa dibuka," katanya di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 26 Agustus 2019.
Lukas menuturkan situasi di Papua pada umumnya sudah kondusif. Jika muncul keributan dari mahasiswa, ia mengklaim aparat di sana sudah biasa menghadapinya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pihaknya belum tahu sampai kapan harus membatasi akses internet di Papua. Alasannya hingga kini pihaknya menemukan lebih dari 230 ribu Uniform Resource Locator atau URL yang memviralkan hoaks terkait insiden di Papua.
Ia menuturkan hoaks paling banyak ditemui di Twitter. Adapun isinya beraneka rupa. "Ada berita bohong, menghasut, yang paling parah mengadu domba," katanya.
Jika ditelusuri, kata dia, lokasi penyebar konten-konten hoaks ini bermacam-macam, tidak hanya dari Papua. Kami melihatnya di dunia maya. Bahwa itu dari Papua, manapun di seluruh dunia, kami bisa tangkap. Itu 230 ribu lebih," ucapnya.
Rudiantara berharap kondisi keamanan di Papua segera kondusif sehingga kementeriannya bisa segera mengembalikan akses internet di sana seperti sedia kala. Ia pun meminta maaf kepada seluruh pihak yang terdampak dari kebijakan ini.
CAESAR AKBAR | AHMAD FAIZ