KPPU Duga Ada Praktik Kartel oleh Pinjaman Online, Ini Kata OJK
Reporter
Tempo.co
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 27 Agustus 2019 18:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Group Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Triyono angkat bicara soal dugaan KPPU tentang praktek kartel dalam tingginya bunga pinjaman online alias fintech peer-to-peer lending.
Triyono menyatakan, pihaknya akan mendukung tindakan yang dilakukan oleh lembaga pengawas persaingan usaha itu. Pasalnya, otoritas tidak mempunyai aturan dalam penentuan besaran bunga yang dilakukan pinjaman online.
"Saya sangat appreciate rekan-rekan KPPU karena ini merupakan sebuah ranah dari KPPU dan hasil dari riset KPPU," ujar Triyono di Multivision Tower Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 27 Agustus 2019.
Triyono mengatakan, penentuan bunga diserahkan kepada Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) agar menciptakan pasar yang efisien. "Kebetulan OJK tidak pernah memiliki aturan terkait suku bunga, suku bunga selama ini diterapkan oleh Aftech AFPI," ucapnya.
Sebelumnya, Komisioner KPPU Guntur Saragih menilai pihaknya model bisnis digital harusnya bisa lebih efisien dari yang konvensional. Menurut dia, indikator kartel yang dilakukan oleh pinjaman online karena penentuan bunganya diserahkan oleh asosiasi dan dilakukan secara bersama-sama.
<!--more-->
"Tiap industri khususnya digital ekonomi seyogyanya kita berharap ada kegiatan bisnis yang efisien, salah satunya ongkos di masyarakat lebih murah. Kalau bunga lebih tinggi patut dipertanyakan untuk sebuah model bisnis digital ekonomi," ujar Guntur, Senin, 26 Agustus 2019.
Tingginya tingkat bunga fintech, kata dia, merupakan indikasi adanya praktik menetapkan harga bersama-sama, sehingga KPPU memasukkannya ke tahap penelitian. Guntur juga bakal meneliti ada tidaknya regulasi yang mengatur soal penetapan tersebut.
Sebelumnya, Advokat Tony Suryo yang ikut mendampingi 25 orang yang terjerat utang melalui pinjaman online ke Polda Jawa Timur pada Ahad pekan lalu menyebutkan, dari sejumlah kasus yang ada, para debitor diketahui tak hanya terbelit oleh tingginya bunga pinjaman. Sebab, dalam realisasinya, jumlah pinjaman yang dikucurkan bisa jauh di bawah yang diajukan oleh debitor, namun total nilai pinjaman yang harus dikembalikan sangat tinggi.
Aplikasi pinjaman online, kata Tony, memang memberi kemudahan pemberian utang karena salah satunya tanpa disertai syarat jaminan atau agunan. Promosi ini juga gencar disebar melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan lain sebagainya.
Tapi bunga yang dikenakan cukup besar dan jatuh temponya pendek. Tony mencontohkan, dari utang yang diajukan debitor Rp 1,5 juta, bisa jadi cairnya hanya sebesar Rp 800 ribu. "Dan harus dilunasi selama seminggu senilai total Rp 1,8 juta," katanya.
EKO WAHYUDI l CAESAR AKBAR