PKL Malioboro Tolak Penataan, Ini Kata GKR Hemas
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Rabu, 14 Agustus 2019 17:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana penataan pedagang kaki lima (PKL) Malioboro seiring selesainya jalur semi pedestrian di Malioboro belum menemui kejelasan. Pasalnya hingga kini belum ditemukannya satu suara antara pemerintah Kota Yogyakarta dengan kalangan PKL.
"Kalau PKL meh ditoto mesti ra gelem (kalau PKL mau ditata pasti tak mau)," ujar permaisuri Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas di Yogya Selasa 13 Agustus 2019.
Rencana penataan PKL Malioboro sudah digaungkan sejak 2015 untuk mendukung wajah Malioboro yang makin representatif sebagai jantung wisata Yogya. Salah satu caranya membersihkan area selasar depan pertokoan agar tak lagi berjubel lapak PKL.
Rencana konsep penataan PKL yang diusung pemerintah Yogya dinamai ungkur-ungkuran atau berjualan saling membelakangi dengan pedagang lain sehingga tidak menutupi lahan depan pertokoan. Namun paguyuban pedagang menolaknya dengan alasan khawatir bakal merugi dan memicu konflik antar pedagang.
GKR Hemas mengingatkan dengan perkembangan kawasan Malioboro yang sudah semakin tertata, seharusnya ada kesadaran dari masyarakat khususnya kalangan PKL yang berjualan di situ mau bekerjasama dengan pemerintah menata kawasan. "Jangan sampai ada pro dan kontra dalam penataan Malioboro," ujarnya.
Hemas menilai sudah waktunya kawasan Malioboro terlihat semakin tertata seperti misalnya dengan mengelompokkan PKL dalam satu kawasan. Terlebih pemerintah Yogya juga telah menyediakan lahan khusus untuk relokasi PKL di area eks Bioskop Indra.
<!--more-->
"Kalau semua PKL masuk dalam kawasan yang disediakan kan jadi lebih bagus dan tertata. Ya tapi tergantung pedagang juga, mereka kan senenge (senangnya jualan) sambil melihat (suasana) Malioboro kan? " ujar Hemas.
Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti sebelumnya menilai sikap paguyuban PKL Malioboro yang menentang rencana penataan dengan alasan khawatir ukuran lapaknya jadi makin kecil merupakan dalih tak berdasar. Sebab, kata dia, sudah sejak dulu lahan usaha di Malioboro sempit.
"Menolak itu dasarnya apa? Kalau alasannya (lapak) tambah kecil, lah Malioboro itu sekarang yang besar apanya? Pedagang itu yang gede dagangannya apa gerobaknya?" ujar Haryadi akhir Juli 2019 lalu
PKL Malioboro dari Koperasi Tri Dharma yang berada di sisi barat kawasan Jalan Malioboro pada akhir Juli lalu sempat mendatangi Balaikota Yogya menyampaikan penolakan terkait rencana penataan yang disiapkan.
Ketua Koperasi Tri Dharma, Mujiyo saat itu menyatakan rencana penataan yang berkonsep ungkur-ungkuran atau berjualan saling membelakangi dengan pedagang lain akan merugikan. Kebijakan itu dinilai merugikan dan mempersempit ruang gerak pedagang serta berpotensi memicu gesekan antar pedagang.
“Rencana ungkur-ungkuran itu tidak menguntungkan dan akan mempersempit lapak PKL khususnya dari koperasi Tri Dharma. Jadi tidak maksimal saat menata dagangan maupun melayani pembeli, tidak nyaman,” ujarnya.