Tips Bisnis Hewan Kurban dari Pedagang Beromzet Rp 5 M
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Kodrat Setiawan
Sabtu, 10 Agustus 2019 14:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Zabidi, pengusaha sapi dan kambing kurban beromzet Rp 5 miliar, memberi saran bagi masyarakat yang mau terjun ke bisnis hewan kurban. Ia menyarankan calon pebisnis untuk memahami dulu seluk beluk perawatan hewan ternak.
"Kalau ternak hewan berisiko tinggi yang pertama harus hobi dulu, baru masuk ke bisnis," ujar peternak yang memiliki kandang di kawasan Kembang Beji, Depok, Jawa Barat, itu kepada Tempo, Sabtu, 10 Agustus 2019.
Menurut dia, apabila masyarakat awam langsung terjun ke bisnis hewan kurban, kebanyakan akan kesulitan. Pasalnya, perawatan sapi dan kambing tidak sederhana.
Zabidi sebenarnya baru setahun terakhir terjun secara penuh ke bisnis hewan ternak. Sebelumnya, ia berbisnis sapi dan kambing, sembari tetap berstatus karyawan di sebuah perusahaan.
"Memang ini usaha turunan dari orang tua tapi dulu jual sedikit, sementara saya mulai menjual besar. Dulu orang tua mainnya lokal saja. Jadi sapi itu saya sudah paham betul perawatan dan segala macam," ujar Zabidi.
Ia mengatakan risiko bisnis hewan ternak termasuk tinggi, mengingat sapi dan kambing rentan terhadap penyakit dan kematian. Selain itu, kendala dalam berbisnis hewan kurban adalah di pengiriman. Apalagi, lantaran ia sudah memiliki pelanggan, kebanyakan pesanan datang melalui telepon.
<!--more-->
Di samping itu, dalam berbisnis sapi kurban pun ada jenis-jenis sapi yang digemari masyarakat. Pada masa kurban saat ini, kata Zabidi, sapi Bali cenderung menjadi primadona ketimbang sapi jawa. Selain karena dagingnya bagus, sapi Bali disebut memiliki lemak yang tipis dan tulang yang lebih kecil daripada sapi Jawa.
"Tapi kalau belum bisa perawatan, itu agak susah karena rewel dan sapi Bali ADGnya kurang, ADG itu penambahan berat hidup per hari," ujar Zabidi.
Tahun ini, Zabidi menyetok sapi sebanyak 330 ekor, dengan rincian 250 ekor sapi Bali, 50 ekor sapi Jawa, dan 30 ekor sapi Kupang. "Sekarang untuk sapi sudah habis terjual semua, ludes, karena salah prediksi," ujar Zabidi. Padahal, jumlah itu sudah lebih banyak ketimbang tahun lalu yang hanya 200 ekor.
Di samping itu, ia masih memiliki stok kambing sebanyak sekitar 15 ekor dari total stok 150 ekor yang disiapkan. Namun, ia mengatakan tak memelihara domba karena membawa efek negatif untuk sapi bali yang dipeliharanya. "Karena membawa virus, dan sapi biasanya kalah."
Untuk harga, Zabidi membanderol sapi Jawa di kisaran Rp 23-25 juta, sapi Bali Rp 19-20 juta, sapi limosin di kisaran Rp 45 juta, dan kambing Rp 2,5-3,5 juta. Apabila semua dagangannya ludes, Zabidi mengatakan omzet yang dikantongi bisa mencapai Rp 5 miliar.
Adapun modal yang dikeluarkan antara lain harga bibit sapi jawa limosin sebanyak Rp 15 juta, sapi Bali-Kupang Rp 9-10 juta, serta bibit kambing Rp 1-1,5 juta. Sementara biaya perawatannya, antara lain Rp 400 ribu per ekor per bulan untuk sapi dan Rp 75 ribu per ekor per bulan untuk kambing, dengan waktu perawatan bisa mencapai 4-5 bulan untuk penggemukan.
Berbeda dengan para pedagang sapi dan kambing kurban musiman, Zabidi memilih untuk tidak menjual murah kalau ada hewan ternak yang tersisa tak terjual. "Kalau kita ada harian bisa penggemukan. Tapi kalau dadakan ya dijual murah, karena dia enggak punya kandang."
CAESAR AKBAR