Ancaman Perang Mata Uang Yuan-Dolar, Begini Sikap BI

Sabtu, 10 Agustus 2019 13:29 WIB

Ilustrasi perang dagang Amerika Serikat dan Cina. Businessturkeytoday.com/

TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) bersama pemerintah menempuh dua kebijakan dalam menghadapi perang dagang Amerika Serikat dan Cina, yang kini berlanjut menjadi perang mata uang Dolar dan Yuan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, kondisi yang terus berlangsung antara kedua negara memang menjadi perhatian seluruh negara di dunia saat ini.

Kebijakan pertama yaitu berupa perundingan bilateral dengan Amerika Serikat. “Itu strategi yang tepat,” kata Perry di Gedung BI, Jakarta Pusat, Jumat, 9 Agustus 2019. Menurut dia, penting untuk terus mendorong misi dagang ke Amerika Serikat. Sebab, untuk bisa mengekspor barang ke negeri Paman Sam ini, Indonesia tentu juga harus membeli barang dari sana.

Kebijakan kedua yaitu memaksimalkan peluang relokasi investasi dari Cina ke Indonesia. Untuk kebijakan ini, Perry menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah menempuh sejumlah kebijakan untuk mendorong investasi oleh dunia usaha. “Kemudian dilanjutkan dengan membangun kapasitas manufaktur, pariwisata, dan digital ekonomi,” kata dia.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi mengenakan tarif impor tambahan sebesar 10 persen atas barang-barang asal Cina senilai US$ 300 miliar. Jumlah ini lebih dari separuh ekspor Cina ke Amerika yang sebesar US$ 500 miliar. Tarif dari Trump ini pun dibalas dengan kebijakan retaliasi oleh Presiden Cina Xi Jinping.

Kementerian perdagangan Cina mengatakan Beijing akan melawan dengan langkah-langkah "kualitatif" dan "kuantitatif" jika Amerika Serikat menerbitkan daftar tambahan tarif atas barang-barang Tiongkok. Sebab, Cina juga mengimpor barang senilai US$ 129,89 miliar dari Amerika. Untuk itu, Cina bakal mengurangi impor mereka dari Amerika untuk produk seperti pertanian.

Advertising
Advertising

Belum selesai perang dagang, kini ekonomi global diterpa ancaman perang mata uang antara Dolar dan Yuan. Trump awalnya menuding Cina sebagai manipulator mata uang. Tudingan muncul setelah nilai tukar Yuan melemah ke level 7 yuan per dolar Amerika Serikat. Ini adalah nilai terendah sejak 2008. Yuan sengaja “dilemahkan” sebagai upaya Cina melawan pengenaan tarif terhadap produk mereka di Amerika Serikat. Jika Yuan melemah, maka ekspor Amerika ke Cina bakal tertekan.

Meski demikian, BI sebelumnya telah bahwa menilai risiko global relatif kecil untuk terjadinya perang mata uang karena negara-negara dunia akan lebih memprioritaskan kebijakan guna meningkatkan permintaan dan konsumsi domestik, di tengah perlambatan perekonomian global.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo sebelumnya mengatakan pelemahan mata uang dengan sengaja yang terus-menerus, akan berdampak negatif pada permintaan domestik negara tersebut. Hal itu juga kontradiktif dengan upaya negara-negara di dunia untuk menumbuhkan konsumsi dan investasi yang sedang dibutuhkan untuk membendung perlambatan ekonomi global.

"Negara-negara perlu juga untuk memberikan topangan pada permintaan domestik, risiko 'currency war' (perang mata uang) tidak besar terlebih di tengah permintaan global yang memang sedang melemah," kata Dody di Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2019.

ANTARA

Berita terkait

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

1 hari lalu

Tak Hanya Naikkan BI Rate, BI Rilis 5 Kebijakan Moneter Ini untuk Jaga Stabilitas Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo membeberkan lima aksi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Baca Selengkapnya

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

1 hari lalu

Bos BI Yakin Rupiah Terus Menguat hingga Rp 15.800 per Dolar AS, Ini 4 Alasannya

Gubernur BI Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat sampai akhir tahun ke level Rp 15.800 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

2 hari lalu

Inflasi April Hanya 0,25 Persen, BI Ungkap Pemicunya

BI menyebut inflasi IHK pada April 2024 tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,51 persen, yakni 0,25 persen mtm.

Baca Selengkapnya

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

4 hari lalu

Ekonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat

Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.

Baca Selengkapnya

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

5 hari lalu

Meski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit

PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

5 hari lalu

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

Daftar negara dengan mata uang terlemah menjadi perhatian utama bagi para pengamat ekonomi dan pelaku pasar.

Baca Selengkapnya

Inilah 7 Mata Uang dengan Nilai Tukar Tertinggi di Dunia

5 hari lalu

Inilah 7 Mata Uang dengan Nilai Tukar Tertinggi di Dunia

Meskipun daftar ini dapat berubah seiring waktu, sejumlah mata uang ini tetap menjadi pilihan yang stabil dan kuat dalam ekonomi global.

Baca Selengkapnya

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

5 hari lalu

BRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay

Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

5 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

6 hari lalu

Kenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit

Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.

Baca Selengkapnya