Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (kedua kiri) memberikan Buku Laporan Perekonomian Indonesia 2018 kepada Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kanan) disaksikan Anggota DPR Aziz Syamsudin (kiri), dan mantan Gubernur BI Syahril Sabirin (kanan) saat peluncuran buku tersebut di Gedung BI, Jakarta, Rabu, 27 Maret 2019. Buku dengan sub judul Sinergi Untuk Ketahanan dan Pertumbuhan itu merupakan laporan, kajian dan pandangan BI terhadap kondisi perekonomian selama 2018. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2019 berada pada kisaran 5,07 hingga 5,1 persen. Ia mengatakan pertumbuhan pada periode tersebut memang cenderung melandai.
"Sesuai dengan data-data hasil monitoring, seperti survey penjualan eceran, survey konsumen, survey dunia usaha, dan ekspor impor," ujar Perry di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 8 Juli 2019.
Perry mengatakan sumber pertumbuhan pada triwulan II terutama ditopang konsumsi rumah tangga yang kuat karena bersamaan dengan pemilu dan pengeluaran lebih tinggi musiman berkaitan dengan Ramadan dan Idul Fitri. Sumber pertumbuhan kedua, tuturnya, yakni investasi bangunan berkaitan dengan berlanjutnya proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
Kendati demikian, Perry melihat dampak dari perang dagang terhadap kinerja ekspor sudah terlihat di triwulan II-2019, terutama sejumlah ekspor komoditas maupun manufaktur.
"Kecuali kalau ekspor komoditas batu bara dan kelapa sawit masih cukup bagus, tetapi untuk yang lain-lain itu memang ada dampak dari trade war," kata dia. "Tetapi sejumlah kinerja ekspor juga ada yang cukup baik, cuma kebiasaannya dan emang tipikal di Indonesia, kalau ekspor turun itu memang impor menurun."
Secara umum, ekspor Indonesia yang banyak ke Amerika Serikat agak turun lantaran permintaannya juga merosot. Anjloknya permintaan itu, ujar Perry, tidak melulu terkena dampak perang dagang, melainkan juga karena pertumbuhan ekonomi negeri Abang Sam yang cenderung turun.
Pertumbuhan ekonomi AS yang turun itu tidak hanya berimbas pada turunnya permintaan barang ekspor dari Indonesia, namun seluruh negara. "Kecuali sejumlah negara, seperti Vietnam karena dapat memenuhi yang dulu dipasok Cina ke AS," ujar dia.