Pertanian Dongkrak Neraca Perdagangan Indonesia
Jumat, 21 Juni 2019 06:41 WIB
INFO BISNIS — Peningkatan kinerja ekspor pertanian ke beberapa negara Asia dan Eropa berdampak positif pada neraca perdagangan Indonesia. Beberapa produk di antaranya berasal dari komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan.
"Contohnya adalah ekspor impor produk pertanian kita dengan Malaysia, di mana neraca dagang pertanian kita selalu positif atau surplus dalam lima tahun terakhir. Untuk tahun 2019 sampai bulan Maret saja, neraca perdagangan komoditas pertanian Indonesia dengan Malaysia, kita surplus 480,442 ton dengan nilai 241 juta dollar AS," ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri, Jumat, 21 Juni 2019.
Menurut Kuntoro, berdasarkan data sampai Maret 2019, ekspor pertanian Indonesia ke Malaysia mencapai 513,917 ton, senilai US$ 287 juta.
"Sementara, impor pertanian kita dari Malaysia sampai Maret 2019 hanya 33,476 ton atau senilai 44 juta juta dolar AS," ucapnya.
Selain Malaysia, kata Kuntoro, tren yang sangat positif dan surplus ini juga dialami dalam kerja sama dagang dengan negara-negara lain di Asia, seperti China, Jepang, Korea, dan Filipina.
Khusus untuk China, nilai pasarnya masih potensial terutama bagi produk pertanian Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari neraca perdagangan pertanian Indonesia-China pada 2018 yang mengalami surplus sebesar US$ 2,265 miliar.
"Nilai ekspor pertanian Indonesia ke China pada tahun 2018 mencapai 4,025 miliar dolar AS, atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan transaksi sebelumnya yang hanya 2,058 miliar dolar AS," katanya.
Kuntoro mengatakan, ada lima produk pertanian yang menjadi andalan ekspor ke berbagai negara di Asia dan Eropa. Kelimanya masing-masing adalah kelapa sawit, karet, kelapa, produk hewan, dan kakao.
"Untuk kelapa sawit masih menjadi andalan kita karena nilainya yang cukup besar. Saat ini kita mencatat sudah sebanyak 3,935 juta ton kelapa sawit diekspor ke China dengan nilai transaksi mencapai 2,69 miliar dolar AS," katanya.
Sebenarnya, lanjut Kuntoro, Indonesia masih memiliki potensi mengekspor produk pertanian ke China. Walaupun, sejumlah komoditas hortikultura dan perkebunan mengalami hambatan akses bea masuk yang masih tinggi. Di samping adanya standar sanitary and phytosanitary (SPS) yang sulit dipenuhi oleh petani Indonesia.
"Surplusnya neraca perdagangan kita dengan RRT (Republik Rakyat Tiongkok) membuktikan bahwa perdagangan kita masih unggul dibanding mereka. Jadi, tidak benar kalau ada yang menyebutkan bahwa produk pertanian RRT membanjiri pasar kita. Justru sebaliknya, produk pertanian kita yang membanjiri pasar mereka," ujarnya.
Selain pasar Asia, neraca perdagangan Indonesia untuk Eropa juga mengalami status positif dan meningkat signifikan. Ini terlihat jelas pada data yang dihimpun Pusdatin Kementan, di mana lalu lintas ekspor produk pertanian ke Belanda selama empat tahun terakhir mencapai 1,84 persen dengan rata-rata ekspor sebesar 3,13 juta ton per tahun.
Begitu juga dengan periode berikutnya, Indonesia mengalami surplus pada level perdagangan produk pertanian ke Belanda dengan angka rata-rata 3,07 juta per tahun atau meningkat 1,68 persen per tahun.
Kepala Pusat Data Sistem Informasi Kementerian Pertanian, Ketut Kariyasa, Kamis, 20 Juni 2019, mengatakan bahwa sejak 2014 Indonesia sudah mengalami surplus perdagangan produk pertanian yang berada pada level tinggi, utamanya dengan Spanyol, Belgia, Swedia, Denmark, dan Yunani.
"Indonesia juga tercatat mengalami surplus perdagangan produk pertanian dengan Italia yang mencapai rata-rata 1,18 juta ton per tahun. Kemudian, dengan Filandia 22,1 ribu ton per tahun, Irlandia 16,5 ribu ton per tahun, Perancis 9,5 ribu ton per tahun, dan Luxemborug 4,1 ribu ton per tahun," tuturnya. (*)