OJK Dorong UU Perlindungan Data Pribadi Segera Terbit

Reporter

Andita Rahma

Sabtu, 15 Juni 2019 06:16 WIB

(Kiri-kanan) Direktur Hubungan Masyarakat OJK Hari Tangguh Wibowo dan Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito saat menggelar konferensi pers mengenai pedoman iklan layanan dan produk keuangan di Gedung Soemitro OJK, Jakarta Pusat, Selasa 16 April 2019. TEMPO/Dias Prasongko

TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan undang-undang perlindungan data pribadi. Undang-undang tersebut akan mengatur tentang individu atau platform fintech ilegal yang kedapatan menyalahgunakan data.

Baca juga: OJK: Ruang Penyaluran Kredit ke BUMN Kian Sempit

"Ketika kami ingin melindungi data pribadi ini, sayangnya kami melihat tidak ada udang-undang khusus yang melindungi data pribadi ini," ujar Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi di Bekasi, Jawa Barat pada Jumat, 14 Juni 2019.

Hendrikus menjelaskan, ada tiga area fintech peer to peer lending (P2P) yang ingin dilindungi OJK yakni mencegah penyalahgunaan dana masyarakat dari praktik perbankan bermodus penipuan atau skema ponzi; perlindungan data digital; serta pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Area pertama dan ketiga, kata Hendrikus, sudah diatasi dengan kebijakan virtual account serta dana tidak boleh terendap selama dua hari, dan harus disalurkan oleh pemberi dana kepada nasabah pinjaman online.

Sementara untuk masalah pencucian uang dan pendanaan terorisme, sudah ada regulasinya yakni UU Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Hendrikus mengatakan, saat ini area satu dan tiga sudah selesai. "Hanya tinggal area kedua yang belum. Area perlindungan data digital ini yang membuat kami tertahan karena belum ada undang-undangnya," kata dia.

Hendrikus pun berharap, Indonesia bisa segera memiliki undang-undang tersebut seperti General Data Protection Regulation yang diberlakukan oleh Uni Eropa. GDPD mengatur bahwa pihak penyelenggara yang mengakses data pribadi dan lembaga penagihan yang bekerja sama dengan penyelenggara itu, harus bertanggung jawab serta tidak bisa lari dari tanggung.

"Mereka tidak bisa lari ketika terbukti menyalahgunakan data pribadi nasabahanya," ujar Hendrikus. Selain itu GDPR, kata dia, mewajibkan penyelenggara fintech untuk menjelaskan relevansi peruntukan dari data pribadi nasabah yang diaksesnya.

Kemudian menyatakan bahwa data pribadi nasabah tidak boleh dimiliki selamanya oleh penyelenggara, serta nasabah berhak mengakses kembali dan menghapus data pribadinya yang diakses oleh penyelenggara.

GDPR telah diberlakukan di Singapura, Malaysia, dan Australia. "Mestinya ada undang-undang perlindungan data pribadi. Ini sedang digodok, harapan kami undang-undang ini diberikan prioritas tingkat tinggi kalau kita mau industri fintech berkembang cepat di Indonesia," ucap Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK tersebut.

ANTARA

Berita terkait

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

14 jam lalu

LPS Sudah Bayar Dana Nasabah BPRS Saka Dana Mulia yang Ditutup OJK Sebesar Rp 18 Miliar

Kantor BPRS Saka Dana Mulia ditutup untuk umum dan PT BPRS Saka Dana Mulia menghentikan seluruh kegiatan usahanya.

Baca Selengkapnya

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

18 jam lalu

Lima Persen BPR dan BPRS Belum Penuhi Modal Inti Minimum

Sebanyak 1.213 BPR dan BPRS telah memenuhi ketentuan modal inti sebesar Rp 6 miliar. Masih ada lima persen yang belum.

Baca Selengkapnya

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

1 hari lalu

Kuartal I-2024, KSSK Sebut Stabilitas Sistem Keuangan RI Terjaga meski Ketidakpastian Meningkat

Menkeu Sri Mulyani mengatakan Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia pada kuartal pertama tahun 2024 masih terjaga.

Baca Selengkapnya

Didemo Nasabah, BTN: Tak Ada Uang Nasabah yang Raib

2 hari lalu

Didemo Nasabah, BTN: Tak Ada Uang Nasabah yang Raib

PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN patuh dan taat hukum yang berlaku di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Pinjol Ilegal Makin Marak, Satgas Pasti Beberkan Tiga Pemicunya

2 hari lalu

Pinjol Ilegal Makin Marak, Satgas Pasti Beberkan Tiga Pemicunya

Satgas Pasti khawatir layanan pinjaman dana online atau pinjol baik yang resmi ataupun ilegal berkembang dan digemari masyarakat. Kenapa?

Baca Selengkapnya

Kembangkan Pendanaan UKM, OJK Dorong Pemanfaatan Securities Crowdfunding

4 hari lalu

Kembangkan Pendanaan UKM, OJK Dorong Pemanfaatan Securities Crowdfunding

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) antara lain dengan memanfaatkan securities crowdfunding.

Baca Selengkapnya

Judi Online per April 2024, Polisi Sebut Ada 729 Kasus dan 1.158 Tersangka

4 hari lalu

Judi Online per April 2024, Polisi Sebut Ada 729 Kasus dan 1.158 Tersangka

Pada 2023 terdapat 1.196 kasus judi online dengan jumlah tersangka 1.967, sedangkan di 2024 per April terdapat 792 kasus dan 1.158 tersangka.

Baca Selengkapnya

YLKI Kirim Surat ke Satgas Pasti, Minta Pemberantasan Pinjol Sampai ke Akarnya

7 hari lalu

YLKI Kirim Surat ke Satgas Pasti, Minta Pemberantasan Pinjol Sampai ke Akarnya

Kabid Pengaduan YLKI Rio Priambodo mengungkapkan, lembaganya telah mengirim surat kepada Satgas Pasti terkait aduan konsumen Pinjol ilegal.

Baca Selengkapnya

Pengamat Nilai Polisi Berantas Judi Online Tak Sentuh Bandar Level Atas

7 hari lalu

Pengamat Nilai Polisi Berantas Judi Online Tak Sentuh Bandar Level Atas

Pengamat kepolisian mengatakan problem pemberantasan judi online beberapa waktu lalu marak penangkapan tapi tak sentuh akar masalah.

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

8 hari lalu

Konflik Nurul Ghufron dengan Anggota Dewas Albertina Ho, KPK: Tidak Ada Berantem

Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan laporan Nurul Ghufron tersebut murni pribadi.

Baca Selengkapnya