KPK Minta BUMN Hati-hati Terima Investasi Cina, Ini Respons Luhut
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Rahma Tri
Jumat, 10 Mei 2019 17:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif kemarin mengingatkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk berhati-hati menerima investasi dari Cina. Menanggapi peringatan KPK itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Panjaitan menilai kehatian-hatian itu perlu diterapkan ke semua pihak, tidak hanya kepada Cina.
Baca: Menteri Susi: Selain Presiden Jokowi, Tidak Akan Saya Dengar
"Ya hati-hati jangan dari Cina (saja), semua pun kita harus hati-hati," kata Luhut di kantornya, Jakarta, Jumat, 10 Mei 2019. Luhut mengatakan, sejauh ini investasi Cina berjalan dengan baik dan tidak ada masalah.
Luhut justru mengingatkan balik KPK untuk belajar pemberantasan korupsi dari Cina. "Kalau mau belajar bagaimana memberantas korupsi lihat Cina itu. Tembak mati di sana itu," ujar Luhut.
Sebelumnya, KPK meminta Badan Usaha Milik Negara atau BUMN agar berhati-hati jika berinvestasi dengan Cina. "Pasti bapak ibu di BUMN banyak bekerja dengan Cina. Good corporate governance di Cina itu adalah salah satu yang asing bagi mereka. Oleh karena itu, mereka menempati tempat pertama 'fraud improper payment'. Mereka invest banyak di sini," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.
Hal tersebut dikatakan Syarif saat seminar "Bersama Menciptakan BUMN Bersih melalui Satuan Pengawasan Intern atau SPI yang Tangguh dan Terpercaya". Seminar itu juga dihadiri oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
Syarif pun memberikan contoh seperti perusahaan-perusahaan dari Eropa Barat maupun Amerika Serikat yang memiliki pengawasan ketat dalam berinvestasi. "Kalau Cina invest di sini, 'you have to be very-very careful'. 'Safe guard' mereka tidak seketat seperti perusahaan dari Eropa Barat atau dari Amerika Serikat," ucap Syarif.
Baca: Kritik Susi, Luhut: Jangan Sepanjang Masa Tenggelamkan Kapal
Oleh karena itu untuk menerima investasi dari Cina, Syarif menyatakan bahwa syaratnya harus sesuai regulasi yang ada di Indonesia dan juga manajemen antisuap harus dijalankan. "Dari mana pun investornya, kita harus terbuka selama mereka betul-betul menjalankan investasi dengan tidak menyuap, melakukannya dengan bersih, transparan," ujar dia.
Syarif juga mengingatkan pentingnya komitmen dari korporasi untuk tidak terlibat dalam kasus korupsi. "Kami melakukan perencanaan, memahami peraturan, mendeteksi areanya. Yang lebih mengetahui isi hati perusahaan bukan KPK, bapak ibu sendiri di mana lubang-lubang korupsinya. Kalau saya lihat, semua sudah mulai bagus peraturan internalnya tetapi pelaksanaannya masih banyak yang tidak sesuai," ujarnya.
HENDARTYO HANGGI | ANTARA