KPK Minta BUMN Berhati-hati Berinvestasi dengan Cina, Sebab..

Reporter

Antara

Jumat, 10 Mei 2019 16:13 WIB

Menteri BUMN Rini Soemarno (ketiga kanan) bersama Ketua KPK Agus Rahardjo (ketiga kiri) serta para Wakil Ketua KPK (kiri ke kanan) Saut Situmorang, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, dan Laode M Syarif menghadiri Seminar Peran Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN di kantor KPK, Jakarta, Kamis 9 Mei 2019. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK meminta Badan Usaha Milik Negara atau BUMN agar berhati-hati jika berinvestasi dengan Cina.

"Pasti bapak ibu di BUMN banyak bekerja dengan Cina, 'good corporate governance' di Cina itu adalah salah satu yang asing bagi mereka. Oleh karena itu, mereka menempati tempat pertama 'fraud improper payment'. Mereka 'invest' banyak di sini," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 9 Mei 2019.

BACA: Di Depan Rini Soemarno, Ketua KPK Ingatkan Pejabat BUMN Dipantau

Hal tersebut dikatakan Syarif saat seminar "Bersama Menciptakan BUMN Bersih melalui Satuan Pengawasan Intern atau SPI yang Tangguh dan Terpercaya". Seminar itu juga dihadiri oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.

Syarif pun memberikan contoh seperti perusahaan-perusahaan dari Eropa Barat maupun Amerika Serikat yang memiliki pengawasan ketat dalam berinvestasi. "Kalau Cina 'invest' di sini 'you have to be very-very careful'. 'Safe guard' mereka tidak seketat seperti perusahaan dari Eropa Barat atau dari Amerika Serikat," ucap Syarif.

BACA: Ketua KPK Singgung Komisaris BUMN yang Rangkap Jabatan

Oleh karena itu untuk menerima investasi dari Cina, ia menyatakan bahwa syaratnya harus sesuai regulasi yang ada di Indonesia dan juga manajemen antisuap harus dijalankan. "Dari mana pun investornya, kita harus terbuka selama mereka betul-betul menjalankan investasi dengan tidak menyuap, melakukannya dengan bersih, transparan," ujar Syarif.

Lebih lanjut, ia pun mencontohkan jika di Amerika Serikat maupun negara-negara di Benua Eropa dapat menghukum warganya jika terbukti menyuap pejabat negara lain.

"Karena di negara Eropa atau Amerika Serikat kalau mereka menyuap pejabat negara asing itu mereka bisa dihukum di negaranya, kalau kita undang-undangnya belum, Cina belum. Kalau Inggris ada 'UK Bribery Act' Jadi, mereka kalau menyuap 'foreign public official' itu mereka bisa kena, sehingga mereka selalu hati-hati," kata Syarif.

Dalam seminar itu, Syarif juga menekankan pentingnya tanggung jawab pidana korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi.

"Mengapa KPK harus ikut berupaya meyakinkan Mahkamah Agung agar tanggung jawab pidana korporasi itu penting karena kami melihat Hong Kong 70 persen lebih kasusnya adalah 'corruption in private sector'. Singapura lebih dari 90 persen KPK-nya itu tidak menyasar lagi pejabat publik," kata Syarif.

Selanjutnya, kata dia, di negara lain yang mempunyai nilai Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tinggi pun lantas tidak hanya menghukum orangnya saja tetapi juga korporasi yang juga ikut bertanggung jawab dalam kasus korupsi.

"Terus apa cukup hanya kita menghukum orangnya? Belajar dari negara lain yang CPI-nya tinggi ternyata perusahaannya juga. Apakah undang-undang kita sudah mengatur itu? Jelas hukum acaranya waktu itu belum ada karena itu keluarlah Perma (Peraturan Mahkamah Agung)," ujar Syarif.

Oleh karena itu, kata dia, lembaganya juga telah mengeluarkan panduan pencegahan korupsi untuk korporasi.

Namun, kata dia, yang lebih penting adalah soal komitmen dari korporasi untuk tidak terlibat dalam kasus korupsi. "Kami melakukan perencanaan, memahami peraturan, mendeteksi areanya. Yang lebih mengetahui isi hati perusahaan bukan KPK, bapak ibu sendiri di mana lubang-lubang korupsinya. Kalau saya lihat semua BUMN, semua sudah mulai bagus peraturan internalnya tetapi pelaksanaannya masih banyak yang tidak sesuai," katanya.

Advertising
Advertising

Berita terkait

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

4 jam lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

9 jam lalu

Terkini: Pendapatan Garuda Indonesia Kuartal I 2024 Melonjak, Sri Mulyani Kembali Bicara APBN untuk Transisi Energi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mencatatkan pertumbuhan pendapatan di kuartal I 2024 ini meningkat hingga 18,07 persen dibandingkan kuartal I 2023.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

13 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

13 jam lalu

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

Dua rutan KPK, Rutan Pomdam Jaya Guntur dan Rutan Puspomal, dihentikan aktivitasnya buntut 66 pegawai dipecat karena pungli

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

16 jam lalu

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan penyidikan dan penyelidikan kasus korupsi tetap berjalan di tengah konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho

Baca Selengkapnya

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

16 jam lalu

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan tidak ada intervensi dari Mabes Polri dalam kasus eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Baca Selengkapnya

CEO Microsoft Ketemu Jokowi Bahas Investasi Rp 14 Triliun, Ini Profil Satya Nadella

18 jam lalu

CEO Microsoft Ketemu Jokowi Bahas Investasi Rp 14 Triliun, Ini Profil Satya Nadella

CEO sekaligus Chairman Microsoft Satya Nadella bertemu Jokowi, kemarin. Berikut profilnya.

Baca Selengkapnya

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

19 jam lalu

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

KPK memeriksa 15 ASN untuk mendalami keterlibatan Bupati Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor dalam dugaan korupsi di BPPD Kabupaten Sidoarjo

Baca Selengkapnya

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

1 hari lalu

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

1 hari lalu

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

KPK akan menyempurnakan proses administrasi sebelum menerbitkan sprindik baru untuk eks Wamenkumham Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya