Pemindahan Ibu Kota, Kepala Bappenas Belajar dari Kisah Brasilia
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Dewi Rina Cahyani
Senin, 6 Mei 2019 14:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan salah satu contoh pemindahan ibu kota di dunia yang mirip dengan rencana Indonesia adalah di Brasil, yakni dari Rio de Janerio ke Brasilia.
Baca: Luhut Sebut Pindah Ibu Kota Lebih Murah Ketimbang Membangun DKI
"Brasilia itu adalah pemindahan dari Rio di Janerio pada 1950-an. Kenapa? Alasannya itu sangat cocok dengan Indonesia," kata Bambang di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin, 6 Mei 2019. Kala itu, negara di selatan Benua Amerika itu juga mengalami ketidakmerataan pembangunan.
Sebelum ibu kota Brasil dipindah dari Rio de Janerio ke Brasilia, Bambang mengatakan pembangunan wilayah di sana hanya terfokus di bagian pantai selatan Brasil, khususnya di Rio de Janerio dan Sao Paulo. Akibatnya, terjadi kesenjangan antara wilayah pantai selatan Brasil dengan wilayah pedalaman Amazon.
Dari persoalan itulah, ujar Bambang, muncul gagasan memindahkan ibu kota ke wilayah yang dekat dengan pedalaman Amazon. Brasilia pun mulanya hanya dirancang untuk 500 ribu penduduk dan hanya didesain menjadi kota pemerintahan. Namun, jumlah penduduk di sana kemudian berkembang menjadi 2,5 juta penduduk, atau menjadi kota ketiga terbesar setelah Rio de Janerio dan Sao Paulo.
"Artinya, upaya untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi di pedalaman Amazon paling tidak berhasil. Jadi, pembangunan Brasil tidak hanya di pantai selatan tapi juga di pedalaman Amazon, khususnya Brasilia," kata Bambang. "Jadi kalau ada yang melihat Brasilia sepi, tidak sebesar Rio, memang tidak didesain sebesar itu."
Berkaca dari kisah itu, Bambang menegaskan bahwa ibu kota anyar Indonesia juga nantinya tidak akan menyaingi atau sebesar Jakarta. Sebab, ibu kota baru itu hanya akan menjadi pusat pemerintahan. Adapun pusat bisnis tetap di Jakarta.
"Bahkan hanya ada 2 pilihan, untuk 1,5 juta penduduk atau 900 ribu penduduk. Kalau pun 1,5 juta penduduk, kalau masukkan ke rangking 10 kota terbesar hari ini pun mereka enggak akan masuk," kata Bambang.
Salah satu alasan pemindahan ibu kota, tutur Bambang, memang sejalan dengan fokus dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional untuk lima tahun ke depan. Ia menekankan pemerintah ingin mengurangi kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa.
Pasalnya saat ini sumbangan perekonomian masih betumpu kepada pulau Jawa. Kontribusi Jawa kepada Produk Domestik Bruto mencapai 58 persen. "Jadi Jawa, Sumatera, dan Bali total menyumbang 80 persen, sementara wilayah lainnya total hanya sekitar 20 persen."
Wacana pemindahan ibu kota kembali menghangat setelah Presiden Joko Widodo menggelar Rapat Terbatas Kabinet guna membicarakan isu tersebut. Berdasarkan rapat itu, Jokowi telah memberi arahan untuk mengambil alternatif pemindahan ibu kota ke luar Jawa.
Di samping itu, wilayah tersebut harus berada di tengah Indonesia untuk memudahkan akses dari seluruh provinsi, serta harus dapat mendorong pemerataan antara wilayah barat dan timur Indonesia.