Faisal Basri Sebut Cina Bukan Pemberi Utang Terbesar RI, Tapi...

Kamis, 28 Maret 2019 19:39 WIB

Faisal Basri. TEMPO/Jati Mahatmaji

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, membantah informasi jika Cina menjadi penyumbang utang terbesar bagi pemerintah Indonesia. Pernyataan itu disampaikan Faisal saat menjawab pertanyaan salah seorang peserta diskusi yang diadakan Aliansi Pengusaha Nasional, kelompok pengusaha yang mendukung pasangan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Baca: Bunga Utang Terus Meningkat, Pemerintah Diminta Waspada

"Gak benar kalau Cina kasih utang terbesar ke Indonesia, itu ngawur, tapi yang benar Cina memang kasih utang terbesar ke BUMN," kata Faisal di Restoran Batik Kuring, SCBD, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Maret 2019.

Data Bank Indonesia juga menunjukkan hasil yang sama. Hingga akhir Juni 2018, BI Bank mencatat sebanyak US$ 182,45 miliar atau sekitar Rp 2.662 triliun yang digelontorkan dari negara-negara kreditor kepada Indonesia. Angka itu naik bila dibandingkan dengan per Juli 2017 sebesar US$ 176,61 miliar atau sekitar Rp 2.576 triliun. Hitungan tersebut menggunakan asumsi kurs Rp 14.590 per dolar AS.

Adapun lima pemberi utang terbesar hingga kuartal kedua tahun ini adalah: Singapura, Jepang, Cina, Amerika Serikat dan Hong Kong. Singapura tercatat memberi pinjaman US$ 55,67 miliar dan Jepang sebesar US$ 28,66 miliar. Sementara utang dari Cina sebanyak US$ 16,32 miliar Amerika Serikat US$ 15,43 miliar dan Hong Kong US$ 13,26 miliar.

Tak hanya itu, Faisal meminta utang Indonesia dilihat secara benar. Secara rasio, kata dia, utang Indonesia masih lebih baik dari beberapa negara lain. Dari data tradingeconimics.com, hingga 2017, rasio utang Indonesia terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) hanya 28,7 persen. Bandingkan dengan Jepang 253 persen, Amerika 105,4 persen, maupun India 68,7 persen.

Walau begitu, Faisal tetap mengkritik bahwa pembayaran bunga utang Indonesia terus naik setiap tahunnya meski rasio utang terhadap PDB cenderung rendah. Menurut data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Keuangan, Faisal menyebut utang luar negeri Indonesia hingga 2017 sudah mencapai Rp 3.942 triliun, atau naik dibandingkan 2016 yang mencapai Rp 3.467 triliun. Tapi bunga utang juga naik hingga Rp 217 triliun.

Selain itu, Faisal juga menyoroti bagaimana 60 persen dari Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan Kementerian Keuangan dimiliki oleh pihak asing. Hanya 40 persen yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Di negara lain seperti Jepang, rasio utang terhadap PDB mencapai 253 persen, tapi lebih banyak berutang kepada rakyat mereka sendiri.

Kondisi ini juga diperburuk dengan bunga utang Indonesia yang mencapai 20 persen, lebih tinggi dari Jepang yang hanya 10 persen, maupun India dan Thailand 4 persen. "Jadi kalau negara lain lebih banyak bayar bunga ke rakyat sendiri, kita bayar ke luar negeri," kata Faisal.

Berita terkait

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

8 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

8 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

9 hari lalu

Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia

Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.

Baca Selengkapnya

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

9 hari lalu

Dagang Sapi Kabinet Prabowo

Partai politik pendukung Prabowo-Gibran dalam pemilihan presiden mendapat jatah menteri berbeda-beda di kabinet Prabowo mendatang.

Baca Selengkapnya

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

10 hari lalu

Penjelasan Kemenkeu soal Prediksi Kenaikan Rasio Utang jadi 40 Persen pada 2025

Kemenkeu merespons soal kenaikan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025.

Baca Selengkapnya

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

11 hari lalu

Terkini: OJK Beri Tips Kelola Keuangan untuk Emak-emak, Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah Teknologi Cina di Kalimantan Tengah

Kepala Eksekutif OJK Friderica Widyasari Dewi memberikan sejumlah tips yang dapat diterapkan oleh ibu-ibu dalam menyikapi isi pelemahan rupiah.

Baca Selengkapnya

PT PundiKas Indonesia Bantah Telah Menjebak dan Meneror Nasabah karena Pinjol

11 hari lalu

PT PundiKas Indonesia Bantah Telah Menjebak dan Meneror Nasabah karena Pinjol

PT PundiKas Indonesia, layanan pinjaman dana online atau pinjol, membantah institusinya telah menjebak nasabah dengan mentransfer tanpa persetujuan.

Baca Selengkapnya

Seorang Istri jadi Korban KDRT Suaminya Karena Tak Berikan Data KTP Untuk Pinjol

12 hari lalu

Seorang Istri jadi Korban KDRT Suaminya Karena Tak Berikan Data KTP Untuk Pinjol

Seorang menjadi korban KDRT karena tidak memberikan data KTP untuk pinjaman online.

Baca Selengkapnya

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

14 hari lalu

Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar

Erick Thohir mengatakan BUMN perlu mengoptimalkan pembelian dolar, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Erick Thohir Minta BUMN Beli Dolar Secara Optimal, Rupiah Loyo Jadi Rp 16.260 per USD

15 hari lalu

Terkini Bisnis: Erick Thohir Minta BUMN Beli Dolar Secara Optimal, Rupiah Loyo Jadi Rp 16.260 per USD

Erick Thohir mengarahkan agar BUMN membeli dolar secara optimal dan sesuai kebutuhan di tengah memanasnya geopolitik dan penguatan dolar.

Baca Selengkapnya