Rapat Dewan Gubernur, BI Tahan Suku Bunga Acuan di 6 Persen
Reporter
Muhammad Hendartyo
Editor
Martha Warta Silaban
Kamis, 21 Februari 2019 14:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur atau RDG Bank Indonesia pada 20-21 Februari 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate atau BI7DRR sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen.
BACA: Ekonom: Bank Indonesia Perlu Tahan Suku Bunga Acuan, Sebab...
Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini bahwa tingkat suku bunga kebijakan tersebut konsisten dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal, khususnya untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan pada batas yang aman. Dan mempertahankan daya tarik aset domestik.
"BI juga terus menempuh operasi moneter untuk meningkatkan ketersediaan likuiditas dalam mendorong pembiayaan perbankan," kata Perry di komplek gedung BI, Jakarta, Kamis, 21 Februari 2019.
Ke depan, kata dia, BI akan menempuh kebijakan makro prudentsial akomodatif dan penguatan sistem pembayaran dalam rangka memperluas pembiayaan ekonomi.
Perry mengatakan Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga turun menuju kisaran 2,5 persen PDB pada tahun ini.
BACA: Standard Chartered Sebut Tren Reksa Dana Bakal Positif pada 2019
Dia melihat pertumbuhan ekonomi dunia melandai serta ketidakpastian pasar keuangan tetap tinggi. Pertumbuhan ekonomi AS yang kuat pada 2018 diprakirakan mengalami konsolidasi pada 2019. Prospek konsolidasi pertumbuhan ekonomi AS dan ketidakpastian pasar keuangan diprakirakan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga kebijakan The Fed atau FFR pada 2019, setelah pada 19 Desember 2018, sesuai dengan ekspektasi, dinaikkan 25 basis poin menjadi 2,25-2,5 persen.
Di Eropa, kata Perry pertumbuhan ekonomi cenderung melambat, meskipun arah normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa atau ECB pada 2019 tetap menjadi perhatian. Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Cina terus melambat dipengaruhi melemahnya konsumsi dan ekspor neto antara lain akibat pengaruh ketegangan hubungan dagang dengan AS, serta berlanjutnya proses deleveraging di sistem keuangan.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang melandai serta risiko hubungan dagang antar negara dan geo-politik yang masih tinggi berdampak pada tetap rendahnya volume perdagangan dunia. Sejalan dengan itu, harga komoditas global menurun, termasuk harga minyak dunia.
Bank Indonesia akan terus memastikan kelancaran dan ketersediaan sistem pembayaran nasional, baik terhadap sistem yang dioperasikan oleh Bank Indonesia maupun yang diselenggarakan oleh industri, termasuk menjamin keamanan dan kelancaran sistem pembayaran.
Baca berita tentang suku bunga lainnya di Tempo.co.