TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Mohammad Choirul Anam meminta Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator untuk mengatur besaran maksimal bunga yang dikenakan pada fintech pinjaman online. "Ini negara harus hadir mengatur batasan bunga yang diperbolehkan, juga diklasifikasikan," ujar Anam di Kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Senin, 4 Januari 2019.
BACA: Bos OJK Larang Fintech Pinjaman Online Ambil Untung Terlalu Besar
Contoh pembatasannya, kata Anam, misalnya adalah untuk pinjaman dengan nominal tertentu dengan peruntukan konsumsi bunganya mesti lebih rendah ketimbang untuk pinjaman dengan peruntukan produktif. "Kalau disamaratakan itu akan memberatkan," tuturnya. Selain itu total bunga yang ditagihkan pun tidak boleh lebih dari seratus persen.
Menurut Anam, OJK memiliki wewenang untuk menetapkan batasan bunga itu lantaran lembaga tersebut adalah regulator untuk setiap bisnis jasa keuangan. Dalam beleid yang ada saat ini, ujar dia, hanya ada batasan untuk besar pinjaman untuk tiap platform. Adapun besaran batasan bunga belum ada.
Selain soal bunga, Anam juga menyoroti platform pinjaman online yang bisa meminta akses kepada kontak, hingga galeri foto dari ponsel nasabahnya. Menurut dia, hal tersebut sejatinya dilarang dan melanggar hak asasi manusia. "Densus 88 dan KPK saja harus mendapat izin pengadilan bila mau melakukan penyadapan," kata Anam. "Jadi kalau sampai ada platform yang bisa mengakses data pribadi dan melakukan teror, itu sudah melampaui kerja Densus dan KPK."
Lebih lanjut, kata Anam, OJK selama ini telah mengklasifikasikan pelaku fintech sebagai yang sudah terdaftar dan belum terdaftar. Sehingga, dia mengucapkan menjadi konsekuensi logis bahwa lembaga regulator jasa keuangan itu juga menyiapkan sanksi bagi pelaku fintech yang ilegal. "Sekarang kehadiran negara baru setengah karena affordabilitas enggak diatur, itu bukan hanya merugikan konsumen, namun juga penyelenggara yang mau benar," tutur Anam.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia Sunu Widyatmoko berujar perkara besaran bunga yang dikenakan sebenarnya bergantung kepada supply dan demand di pasaran. Namun, saat ini lembaga yang menaungi para pelaku pinjaman online itu telah menyepakati bahwa total biaya yang dikenakan terhadap pinjaman itu yang terdiri atas bunga, biaya administrasi, dan lainnya, tidak boleh lebih dari 0,8 persen per hari.
Adapun penagihan dari utang pinjaman online itu, ujar Sunu, tidak boleh lebih dari 90 hari. Apabila nasabah tidak bisa membayar dalam periode tersebut, maka sang peminjam dinilai tidak memiliki itikad untuk melunasi atau diklasifikasikan sebagai tidak bisa bayar. Adapun total bunga yang bisa dikenakan di akhir periode tersebut tidak lebih dari 100 persen. "Jadi kalau misalnya pinjam Rp 1 juta, maka maksimal ditagih Rp 2 juta," tutur dia.