Pengunjung melihat pameran Festival Properti di Kota Kasablanka, Jakarta, 14 November 2017. Dalam gelaran ini, Bank Mandiri menawarkan bunga KPR tahun pertama sebesar 5,9 persen. Sementara untuk dua tahun berikutnya hanya 6,35 persen. Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida optimistis pertumbuhan industri properti tahun cukup baik, yaitu sekitar 10 persen. Menurut Totok, beberapa faktor yang mendorong industri properti ini bisa menanjak setelah lesu sepanjang tahun lalu, salah satunya adalah sejumlah proyek infrastruktur diprediksi selesai pada tahun ini. Menurut Totok, sektor yang masih banyak diminati adalah rumah yang harganya di bawah Rp 2 miliar.
"Semuanya, baik untuk landed-house maupun rumah susun. Jadi untuk harga yang di atas itu, meskipun ada relaksasi dari perpajakan tapi kelihatannya minat masih di situ (bawah Rp 2 miliar)," ujar Totok, Kamis 24 Januari 2019.
Selain infrastruktur, Totok menuturkan pertumbuhan industri ini juga dipicu oleh rencana penerbitan Peraturan Menteri Keuangan tentang penghapusan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atas properti. Aturan yang dikaji oleh pemerintah sejak Oktober tahun lalu itu digadang-gadang akan terbit tahun ini. Menurut dia, aturan tersebut bisa menggairahkan penjualan properti di atas Rp 5 miliar dan akan berimbas pada sektor rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Kalau kelas menengah atas tidak tumbuh dan naik harganya, maka mereka akan tunda beli rumah MBR. Jadi rumah MBR dan non MBR saling terkait," ucap Totok.
Tahun lalu, Totok menuturkan penjualan properti relatif stagnan di semua kelas. Bisa dilihat dari realisasi penjualan rumah MBR saja mencapai 150 ribu unit. Padahal, pada tahun sebelumnya realisasi penjualan pada sekto yang sama mencapai 212 ribu unit. Hal tersebut juga terpengaruh dari penjualan rumah non MBR yang juga stagnan dan turun.
Totok menilai situasi politik tidak akan menggoyang industri properti tahun ini. Menurut dia, sejak era reformasi industri ini tidak terpengaruh meski sudah berkali-kali melewati tahun politik. Hanya saja, kata dia, industri properti masih terganjal beberapa regulasi yang bisa menghambat pertumbuhan industri. "Ada tahun politik saja rupiah relatif stabil, selama nilai tukar rupiah relatif stabil, maka ekonomi akan baik," ujar Totok.
Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) Lukas Bong menuturkan hal senada. Lukas justru lebih percaya diri industri properti tahun ini bisa tumbuh dua digit. Ia menilai sejauh ini tahun politik bukanlah ancaman bagi pelaku usaha. Hal ini terlihat dari situasi kampanye yang relatif kondusif menjelang pemilihan umum (pemilu) digelar. Menurut dia, sudah banyak investor asing yang bersiap untuk masuk Indonesia.