Kontroversi Pernyataan Prabowo soal Gantung Diri Akibat Ekonomi
Reporter
Shinta Maharani (Kontributor)
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Selasa, 15 Januari 2019 16:53 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebutkan maraknya kasus gantung diri di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta sebagai cerminan perekonomian sulit.
Baca: Dedi Mulyadi Minta Prabowo Tunjukkan Data Lengkap Warga Kelaparan
Dalam Pidato Kebangsaan berjudul Indonesia Menang di JCC Senin malam, 14 Januari 2019, Prabowo mengaku mendapat laporan kisah tragis di sejumlah daerah yang didengarnya karena masalah ekonomi yang terlalu berat. Yang teranyar, pada tanggal 4 Januari 2019, Sudiarsi yang gantung diri di di Desa Watusigar, Gunung Kidul disebut-sebut karena masalah ekonomi.
Pernyataan Prabowo itu dibantah Ketua Yayasan Inti Mata Jiwa (Imaji), Jaka Yanuwidiasta. Imaji selama ini dikenal sebagai organisasi non pemerintah yang berupaya mencegah tindakan bunuh diri di Gunung Kidul.
Organisasi ini kerap diundang untuk memberi masukan dan berbagi pengalaman tentang advokasi terhadap para penyintas yang gagal bunuh diri. “Faktor ekonomi bukan satu-satunya penyebab gantung diri di Gunung Kidul,” kata Jaka ketika dihubungi, Selasa, 15 Januari 2019.
Jaka menyebutkan, contoh kasus gantung diri Sudarsi yang disebutkan Prabowo sebetulnya bukan karena alasan ekonomi. Sebab, kondisi rumah Sudarsi terbilang relatif baik, tidak seperti rumah berdinding bambu milik warga lainnya yang kurang mampu.
Di rumah Sudarsi juga terdapat beberapa karung gabah hasil panenan. Oleh karena itu, Jaka menilai Sudarsi bukan termasuk penduduk yang paling miskin. “Sepertinya ada faktor-faktor lain di luar kategori pokok, yang disebut kemiskinan secara ekonomi,” kata dia.
Imaji mendata ada empat kasus bunuh diri di awal 2019. Bunuh diri di daerah ini pada 2018 sebanyak 30 kasus, atau turun dibanding tahun 2017 sebanyak 34 kasus, dan ada 33 kasus pada 2016.
Data Kepolisian Resor Gunung Kidul tahun 2015-2017 menunjukkan ada sejumlah faktor yang menyebabkan risiko bunuh diri tinggi di daerah itu. Sebanyak 43 persen di antaranya karena depresi, sakit fisik menahun 26 persen, gangguan jiwa 6 persen, masalah ekonomi 5 persen, masalah keluarga 4 persen, dan tidak ada keterangan 16 persen.
<!--more-->
Dari sekian banyak cara bunuh diri itu, Kepolisian mencatat gantung diri menjadi cara yang paling serng dipilih warga Gunung Kidul, yakni 73 persen. Sisanya dengan cara minum racun, masuk ke goa vertikal atau luweng, naik ke tower, dan terjun ke sumur.
Jaka menyebutkan beberapa orang yang bunuh diri justru punya latar belakang pendidikan yang baik. Itu artinya kesulitan ekonomi bukan faktor satu-satunya yang memicu seseorang untuk bunuh diri.
Hal senada disampaikan oleh Ida Rochmawati. Psikiater Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari ini menyebutkan penyebab bunuh diri tak selalu hanya karena satu faktor. Hal ini disampaikan setelah ia menghabiskan waktu 17 tahun bekerja di Gunung Kidul dan melakukan riset kecil-kecilan untuk mencari tahu penyebab fenomena bunuh diri di daerah itu.
Ida berkeliling Gunung Kidul dan bertemu penduduk sana. Dari risetnya diketahui sebagian dari warga Gunung Kidul menganggap bunuh diri sebagai suatu fenomena yang lumrah. Dari penelitiannya itu, Ida mendapati jumlah kasus bunuh diri 20 tahun lalu hingga belakangan ini, angkanya tak jauh beda dan tak bergerak dari 20-30 kasus. “Tragis sekali. Ini artinya pemikiran bunuh diri telah diwariskan ke generasi selanjutnya,” kata dia.
Sebelumnya, Prabowo juga menyebut sejumlah daerah lainnya tempat banyak warga bunuh diri karena tak kuat menghadapi kesulitan ekonomi. Ia mengaku mendapat laporan bahwa seorang buruh tani meninggal dunia karena gantung diri di pohon jati di belakang rumahnya.
Prabowo mencontohkan, Pak Hardi, di Desa Tawangharjo, Grobogan, meninggal dunia karena gantung diri di pohon jati di belakang rumahnya. Hardi disebut gantung diri meninggalkan isteri dan anak karena merasa tidak sanggup membayar utang.
Baca: Timses Jokowi: Pidato Prabowo Aduk Emosi Publik Tanpa Data Akurat
Selama beberapa tahun terakhir ini, Prabowo mengaku telah mendengar belasan cerita tragis seperti yang dialami oleh Hardi tersebut. Kisah serupa juga terjadi pada seorang guru di Pekalongan yang gantung diri.