Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memberi sambutan saat operasi pasar beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, 10 Oktober 2017. Operasi pasar akan digelar mulai Oktober 2017 hingga Maret 2018. Tempo/Ilham Fikri
TEMPO.CO, Washington DC - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan bila pemerintah Amerika Serikat memperpanjang fasilitas kemudahan "Generalized System of Preferences" (GSP) untuk Indonesia, maka itu akan menguntungkan AS.
"Kami beranggapan fasilitas GSP bermanfaat untuk kedua negara (RI dan AS)," kata Enggartiasto di Washington DC, Amerika Serikat, Senin waktu setempat atau Selasa WIB, 15 Januari 2019.
Terkait dengan evaluasi yang dilakukan AS terhadap RI terkait apakah status GSP untuk Indonesia akan diperpanjang, Menteri Perdagangan mengemukakan pihaknya telah melakukan proses yang dilakukan secara internal dalam rangka menyesuaikan harapan perubahan yang telah dicetuskan Amerika.
Selain itu, ujar dia, Kementerian Perdagangan juga telah bersinergi dengan sejumlah pihak seperti duta besar dan perwakilan pengusaha RI di AS agar GSP yang dimiliki Indonesia bisa diperpanjang.
Enggartiasto mengingatkan pada Selasa waktu setempat, pihaknya telah diundang Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR) untuk membahas mengenai progres yang telah dilakukan Indonesia.
GSP merupakan program pemerintah AS dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, yaitu dengan membebaskan bea masuk ribuan produk negara-negara itu, termasuk Indonesia, ke dalam negeri Abang Sam tersebut. Sebanyak 3.546 produk Indonesia diberikan fasilitas GSP berupa eliminasi tarif hingga 0 persen.
Dalam tujuh bulan terakhir, Indonesia telah melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan AS agar status Indonesia dapat tetap dipertahankan di bawah skema GSP.
Hal tersebut karena program ini dinilai memberi manfaat baik kepada eksportir Indonesia maupun importir AS yang mendapat pasokan produk yang dibutuhkan. Pada Oktober 2017, Pemerintah AS melalui USTR mengeluarkan Peninjauan Kembali Penerapan GSP Negara (CPR) terhadap 25 negara penerima GSP, dan Indonesia termasuk di dalamnya.
Sedangkan pada 13 April 2018, USTR secara eksplisit menyebutkan akan meninjau pemberian GSP kepada Indonesia, India, dan Kazakhstan. Bila Indonesia tidak lagi menjadi negara penerima GSP, maka produk Indonesia yang saat ini menerima GSP, ke depannya akan dikenakan bea masuk normal bila diekspor ke AS.
Sementara itu, Dubes RI untuk AS Budi Bowoleksono menyatakan kunjungan Menteri Perdagangan ke AS pada saat ini membawa dua isu penting, yaitu mengenai peningkatan neraca perdagangan RI-AS, serta tentang GSP. Menurut Budi, sebetulnya isu yang dibahas terkait dengan perpanjangan GSP untuk Indonesia kebanyakan adalah isu-isu lama yang kerap berulang.