Luhut Blak - blakan Bicara Soal Sawit, Wilmar hingga Greenpeace
Reporter
Fajar Pebrianto
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Sabtu, 1 Desember 2018 14:01 WIB
Luhut adalah orang yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi menjadi koordinator peningkatan pengendalian kebakaran lahan dan hutan pada Oktober 2015. Penunjukan ini berselang lima bulan setelah Jokowi menyetujui moratorium pemberian izin lahan gambut pada Mei 2015, baik untuk sawit ataupun tanaman lainnya.
Tapi di masa itu, kebakaran hutan dahsyat kadung melanda Indonesia. Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlahnya setara empat kali Pulau Bali.
Luhut lalu mencontohkan bagaimana pemberian konsesi lahan telah menyebabkan kerusakan di sekitar Danau Toba. "200 ribu hektare konsesi, gundul itu Pulau Samosir," katanya.
Jokowi kemudian memerintahkan agar dilakukan penanaman kembali pada lahan yang rusak agar kembali bisa dinikmati masyarakat. "Banyak sekali kerusakan-kerusakan itu kalau boleh terus terang, generasi kau nanti yang merasakan."
Dikutip dari Mongabay, kerusakan sebenarnya terjadi di hulu Danau Toba sejak tahun 80-an. Saat itu, industri berdatangan dan mengeksploitasi lahan dengan bermodalkan izin konsesi 200 ribu hektare. Padahal, hulu Danau Toba adalah daerah tangkapan air, aliran sungai, dan juga sumber air bagi sekitarnya.
Selain di Danau Toba, kerusakan hutan juga terjadi di Kalimantan Barat dengan luas mencapai 120 ribu hektare. Dari catatan Badan Restorasi Gambut, 36 ribu dari keseluruhan hutan yang rusak ini merupakan areal perkebunan kelapa sawit dan 38 ribu adalah hutan tanam industri.
Atas dasar itu pula, Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sandjaya sejak 2017 menegaskan, tidak ada satu pun korporasi yang boleh menanam sawit dan pohon industri kayu lainnya di atas lahan gambut. Masalah ini, kata Luhut, tak lepas dari banyaknya pejabat di masa lalu yang mengobral izin lahan gambut sembarangan.
Tapi banyak dari mereka yang dahulunya memberikan izin malah sekarang gencar mengkritik. Luhut tidak menjelaskan siapa orang yang dia maksud dan hanya berujar, "Sudahlah diam-diam saja, syukur-syukur kau ndak diperiksa."
Setelah moratorium izin lahan gambut, Jokowi lanjut menerbitkan moratorium pemberian izin lahan sawit pada 19 September 2018. Moratorium ini diterbitkan untuk mengevaluasi kembali seluruh izin lahan perkebunan sawit di Indonesia. Dalam peluncuran ini, pemerintah menyadari banyak kebun sawit ditanam di kawasan yang tidak sesuai peruntukannya.
Tapi sekarang, kata Luhut, orang-orang justru menyalahkan Presiden Jokowi. Luhut pun menegaskan tidak ada satu jengkal pun konsesi lahan diberikan di zaman Presiden Jokowi. "I promise you."
Sebelumnya, pada awal April 2018 lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pernah melaporkan bahwa sepanjang era Kabinet Kerja tahun 2015 sampai 2018, terjadi penurunan jumlah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan pemerintah. Izin pinjam pakai kawasan hutan adalah izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan.
Selama era Kabinet Kerja tahun 2015 sampai 2018, kata Nurbaya, telah dikeluarkan IPPKH untuk kepentingan publik seluas 10.036,57 hektare. Sedangkan IPPKH untuk korporasi seluas 130.789,12 hektare.
Baca: Prabowo Kritik Utang, Luhut: Negara Kita Gak Miskin - miskin Amat
Sebagai perbandingan, kata Nurbaya, pada era Kabinet Indonesia Bersatu tahun 2005 sampai 2014, izin IPPKH untuk kepentingan publik seluas 20.104,26 hektare dikeluarkan pemerintah. Sementara IPPKH untuk korporasi seluas 287.744,15 hektare.
Simak berita lainnya terkait Luhut hanya di Tempo.co.