Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam even Security Summit 2018 di Yogyakarta. TEMPO/Pribadi Wicaksono
TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan uneg-unegnya terkait langkah pemerintah mengalihkan hak rekomendasi urusan garam industri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan ke Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sejak awal tahun ini. Dengan mengalihkan rekomendasi tersebut, hak Susi dalam proses kegiatan impor garam industri hilang.
"Saya sebenarnya tidak mau bicara soal garam, karena sekarang saya cuma diminta urusi garap produksi petani," ujar Susi di Yogyakarta Kamis petang 18 Oktober 2018.
Susi sebenarnya berharap garam Indonesia bisa swasembada. Dia pun yakin hal tersebut bisa dilakukan jika Indonesia mau. Kemauan yang dimaksud Susi adalah kemauan membeli produk garam dalam negeri dan memberi kesempatan luas bagi petani garam untuk bisa mendapatkan harga yang pantas di setiap produksi garam yang dihasilkan.
"Kalau tidak mau memberi kesempatan itu, ya petani tidak akan mau bikin garam," ujar Susi.
Susi mencontohkan ketika 2016, sebelum kewenangannya soal impor garam dicabut, ia sengaja membatasi jumlah impor garam. Saat itu Susi hanya menjatah impor sebesar 2,7 juta ton dan ia mencicil mengeluarkan rekomendasi itu.
Susi mengakui saat itu produksi garam Indonesia tak cukup untuk memenuhi kebutuhan garam industri dan konsumsi. Namun saat dibatasi impor itu, permintaan garam petani lokal naik tajam hingga Rp 2-3 ribu lebih per kilogram. Para petani saat itu begitu gembira harga garamnya naik tajam dan menguntungkan dengan harga jual Rp 2.600- 3.200 per kilogram.
"Tapi ya ternyata banyak yang tidak suka dengan kebijakan itu (pembatasan impor), tidak mudah untuk swasembada ini," ujarnya.
Susi menilai impor garam memang sangat menguntungkan. Kebutuhan bisa terpenuhi tanpa investasi besar, tidak butuh bikin tambak, keluar tenaga dan harganya murah sekitar Rp 600 per kilogram. Namun sampai Indonesia, ujar Susi, garam itu bocor untuk kebutuhan konsumsi dan harganya naik menjadi Rp 2.500 per kilogram.
"Kalau petani tetap dikasih harga Rp 600 saat panen garam, ya mereka jelas tak mau bikin garam lagi," ujarnya.
Susi menuturkan sejak garam kembali impor dan kewenangannya dicabut, banyak petani garam kembali menangis. Karena harga panennya kembali murah. "Saya sedih tapi tak bisa berbuat apa-apa sekarang," ujar Susi Pudjiastuti.