Bank Indonesia Prediksi Perang Suku Bunga Semakin Melebar

Jumat, 24 Agustus 2018 14:09 WIB

Gubernur BI Perry Warjiyo (tengah) seusai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Rabu, 15 Agustus 2018. Kenaikan BI 7-Day Repo Rate ini sebagai langkah penguatan kerangka operasi moneter. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, MANADO - Bank Indonesia memperkirakan risiko perang suku bunga (monetary policy war) di pasar global semakin melebar ke depannya.

Baca: Krisis Turki Berimbas ke Bank-bank Eropa, Asia Waspada

Fadjar Majardi, Kepala Divisi Asesmen Makro Ekonomi Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), mengungkapkan hal ini ditandai besarnya tendensi bank sentral di beberapa negara maju dan berkembang untuk menaikkan suku bunganya.

"Turki sudah hampir 100 basis poin [bps], ke depan Filipina dan India akan meningkatkan suku bunga di triwulan ketiga dan Korea Selatan di triwulan keempat," ujar Fadjar, Jumat 24 Agustus 2018.

Tidak hanya negara berkembang, negara maju lainnya juga akan ikut menaikkan suku bunganya, antara lain Kanada dan Swedia pada Oktober dan Norwegia pada Desember 2018.

Advertising
Advertising

Indikasi melebarnya perang suku bunga kebijakan antar bank sentral di dunia ini menjadi salah satu dasar BI berkomitmen menerapkan kebijakan yang front loading, and preemptive.

"Dengan indikasi [tendency monetary policy war] itu makanya kita bergerak lebih dulu."

Pemicu terjadinya tendency monetary policy war ini adalah menguatnya ketidakpastian global. Pada umumnya, investor akan mencari safe haven currency atau mata uang aman ketika ketidakpastian di pasar uang meningkat.

Seperti diketahui, dolar AS adalah mata uang yang paling aman karena mata uang Negeri Paman Sam tersebut merupakan reserve currency di dunia.

Sekitar 60% cadangan devisa negara-negara di dunia disimpan dalam bentuk dolar AS.

Kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh Indonesia serta sejumlah negara lain dilakukan untuk menjaga daya tarik pasar uangnya agar lebih menarik sehingga pelemahan nilai tukar tidak terlalu dalam.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David E. Sumual mengungkapkan ada korelasi ketika the Fed menaikkan suku bunga dengan penguatan dolar indeks sehingga mata uang lain di dunia mengalami pelemahan.

Selain itu, dia mengingatkan kondisi pengetatan suku bunga di AS ini perlu diwaspadai.

"Kita perlu hati-hati karena tahun 1997 dan 1998 itu merupakan rentetan ketika the Fed melakukan pengetatan pada 1994 hingga 1996," ungkap David.

Begitupun pada 2007 dan 2008, krisis global diawali dengan the Fed melakukan kebijakan pengetatan moneter.

Untuk melihat probabilitas resesi ke depannya, dia menuturkan beberapa analis mengunakan analisis kurva imbal hasil surat utang.

"Ketika yield curve-nya mulai inverted artinya suku bunga jangka pendeknya mulai naik dan bahkan bisa lebih tinggi dibandingkan bunga jangka panjang ini mengindikasikan bisa saja terjadi resesi pada masa yang akan datang," paparnya.

Simak terus berita tentang Bank Indonesia

Berita terkait

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

1 hari lalu

BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini

BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

2 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

2 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

2 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

2 hari lalu

Zulhas Tak Khawatir Rupiah Melemah, BI Mampu Hadapi

Zulhas percaya BI sebagai otoritas yang memiliki kewenangan akan mengatur kebijakan nilai tukar rupiah dengan baik di tengah gejolak geopolitik.

Baca Selengkapnya

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

2 hari lalu

Sehari Usai BI Rate Naik, Dolar AS Menguat dan Rupiah Lesu ke Level Rp 16.187

Nilai tukar rupiah ditutup melemah 32 poin ke level Rp 16.187 per dolar AS dalam perdagangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

2 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

2 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

3 hari lalu

Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.

Baca Selengkapnya

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

3 hari lalu

Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

Para pemohon termasuk perwakilan Ant Group sebagai pemilik aplikasi pembayaran Alipay bisa datang ke kantor BI untuk meminta pre-consultative meeting.

Baca Selengkapnya