Ikatan Sarjana Pertanyakan Kriteria Kemiskinan Versi Pemerintah

Minggu, 29 Juli 2018 13:40 WIB

Seorang pemulung memanggul kardus bekas di kawasan Tanah Abang, Jakarta, 24 Juli 2017. Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta per Maret 2017 menunjukan tingkat kemiskinan di Jakarta sebesar 389,69 ribu orang atau 3,77 persen. TEMPO/Rizki Putra

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua II Bidang Ekonomi Dewan Pimpinan Nasional Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (DPN ISRI) Robby Alexander Sirait mengapresiasi upaya pemerintah yang telah menurunkan persentase penduduk miskin menjadi 9,82 persen.

Akan tetapi, kata Robby yang menjadi soal dan tantangan saat ini adalah apakah parameter yang digunakan dalam mengukur kemiskinan tersebut sudah benar-benar mampu secara tepat untuk memotret kemiskinan yang sesungguhnya. "Atau sekurang-kurangnya sudah sangat dekat dengan realita 'kemiskinan' yang sebenarnya," kata Robby dalam keterangan tertulis, Ahad, 29 Juli 2018.

Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan penduduk Indonesia per Maret 2018 sebesar 9,82 persen, terendah sejak era krisis moneter (krismon) pada 1998. Pada 1998, tingkat kemiskinan Indonesia mencapai 24,2 persen.

Robby mengatakan Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Per maret 2018, nominal GK sebesar Rp 401.220 per kapita per bulan.

"Pertanyaan adalah dengan parameter pengeluaran Rp 401.220 per orang per bulan, tepatkah angka ini dijadikan sebagai ukuran batas kemiskinan? Kalau mau jujur, angka garis kemiskinan tersebut masih tidak tepat dan jauh untuk jadi acuan kemiskinan," kata Robby.

Ilustrasi kemiskinan. Dok. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

Menurut Robby ada beberapa hal yang mendasari parameter yang digunakan masih tepat dan masih jauh. Pertama perlu dibandingkan nilai garis kemiskinan yang sudah dikonversi dengan berapa kilogram beras yang dapat dibeli dengan rata-rata konsumsi beras per kapita per bulan orang Indonesia.

Menurut Robby rata-rata konsumsi beras per orang per bulan sebesar 6 kg atau setara 200 gram per hari. Sedangkan garis kemiskinan hanya mampu membeli 1-1,5 kg per bulan atau 34-53 gram per hari.

Advertising
Advertising

"Artinya, seluruh nilai garis kemiskinan tersebut hanya mampu membiayai (sedikit) kebutuhan beras. Tanpa sayur, buah dan lauk pauk. Dengan demikian, terlihat sangat jelas bahwa nilai garis kemiskinan sangat kecil dan bukanlah ukuran yang tepat dalam memotret kemiskinan yang sesungguhnya," kata Robby.

Kedua, soal kalkulasi berapa kira-kira penghasilan minimal seorang kepala rumah tangga (RT) agar sekeluarga tidak dikatakan orang miskin. Saat ini jumlah orang per rumah tangga sekitar empat orang dan ia asumsikan hanya kepala rumah tangga yang bekerja.

Dengan menggunakan asumsi tersebut, maka seorang (laki-laki) kepala rumah tangga harus berpenghasilan seminimal-minimalnya Rp 1.604.880 per bulan atau Rp 53.496 per hari. Besaran ini relatif sama dengan rata-rata upah buruh tani harian per maret 2018 yang sebesar Rp 51.598 per hari.

"Artinya rata-rata buruh tani kita sudah nyaris tidak miskin (karena upah hariannya sudah mendekati batas minimal garis kemiskinan per hari). Apa iya? Rasanya sangat tidak mungkin," kata Robby.

Ketiga, dibandingkan angka Rp 1.604.880 per bulan tadi (penghasilan minimal kepala RT agar tidak dikategorikan miskin) dengan rata-rata upah industri pengolahan yang sebesar Rp 2.174.000/bulan per menurut data BPS per desember 2014. Dengan perbandingan data ini, seolah-olah dapat menyimpulkan bahwa rata-rata semua buruh di industri pengolahan bukan masyarakat miskin.

Seorang petani sedang menambak garam di Desa Dasun, Lasem Rembang, Jawa Tengah. Tempo/Francisca Christy Rosana

Terakhir, jika dibandingkan antara angka garis kemiskinan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Menurut BPS, KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam 1 bulan. KHL juga menjadi dasar dalam penetapan Upah Minimum.

KHL per 2015 sebesar Rp 1.813.396/bulan. Padahal, kata Robby, KHL lajang saja sudah Rp 1,8 juta agar dianggap hidupnya layak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa garis kemiskinan (GK) yang digunakan masih sangat jauh untuk dapat benar-benar memotret kemiskinan yang sesungguhnya.

"Dari keempat penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan garis kemiskinan Rp 401.220 per kapita per bulan masih jauh dari layak sebagai paramater yang tepat untuk memotret realitas kemiskinan yang sesungguhnya," kata Robby.

Berita terkait

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

18 jam lalu

17 Bandara Internasional Turun Status, BPS: Hanya Digunakan 169 Wisatawan Mancanegara

BPS mencatat hanya 169 wisatawan mancanegara yang menggunakan 17 Bandara yang kini turun status menjadi Bandara domestik.

Baca Selengkapnya

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

21 jam lalu

BPS: Inflasi Indonesia Mencapai 3 Persen di Momen Lebaran, Faktor Mudik

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi pada momen Lebaran atau April 2024 sebesar 3 persen secara tahunan.

Baca Selengkapnya

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

6 hari lalu

10 Negara Termiskin di Dunia Berdasarkan PDB per Kapita

Berikut ini daftar negara termiskin di dunia pada 2024 berdasarkan PDB per kapita, semuanya berada di benua Afrika.

Baca Selengkapnya

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

10 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

10 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

10 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

10 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

11 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

11 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

11 hari lalu

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

Badan Pusat Statistik atau BPS membeberkan lonjakan harga komoditas akibat memanasnya tekanan geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya